Jumat 13 May 2016 16:17 WIB

Pengusah Mebel Tolak Pemberlakuan SVLK

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Pembuat mebel (ilustrasi)
Foto: FOTO ANTARA
Pembuat mebel (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Soenoto menolak tegas pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) oleh pemerintah. Menurutnya kebijakan tersebut tidak masuk akal karena pemberlakuan SVLK cukup di hulu saja dan tidak perlu sampai ke hilir.

"Nggak masuk akal kalau melakukan sertifikasi dua kali untuk benda yang sama. Jika di hulu sudah dapat SVLK, buat apa di hilir pakai SVLK lagi," ujar Soenoto kepada Republika.co.id, Jumat (13/5).

Soenoto mengatakan, para buyer dari Uni Eropa tidak pernah ada yang meminta SVLK kepada produsen furnitur Indonesia. Sedangkan, Uni Eropa juga tidak pernah memaksakan untuk menerapkan SVLK ke Cina dan Vietnam. Oleh karena itu, tidak heran jika ekspor furnitur Cina dan Vietnam ke Uni Eropa cukup besar.  

Soenoto mengungkapkan, Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyatakan bahwa jika Indonesia tidak menerapkan SVLK maka Perancis dan Uni Eropa akan menghambat ekspor CPO Indonesia. Padahal, menurut Soenoto hal tersebut tidak ada hubungannya. Menurutnya urusan ekspor impor adalah mengenai kualitas.

"Kami akan yudisial review, aturan ini nggak masuk akal dan memberatkan UKM," kata Soenoto.

Selain itu, Soenoto menegaskan, Amkri juga mempertanyakan alasan sebenarnya dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang ngotot memberlakukan SVLK. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah setuju bahwa SVLK hanya diterapkan di hulu. Soenoto mengatakan, eksportir mebel yang mengandung kayu tersinggung dengan pemberlakuan SVLK. Sebab, semestinya persoalan legalitas diselesaikan dengan pendekatan hukum dan bukan membuat regulasi baru yang memberatkan pelaku usaha.

Menurut Soenoto, pemberlakuan SVLK hanya akan menambah beban bagi pelaku UKM karena menelan biaya yang tidak murah. Untuk mengurus SVLK, pelaku usaha harus merogoh kocek sekitar Rp 19 juta sampai Rp 30 juta. Hal ini justru akan menurunkan daya saing produk furnitur Indonesia dan akhirnya ekspor furnitur bakal merosot drastis. Dengan demikian, target ekspor furnitur sebesar 5 miliar dolar AS nantinya tidak akan tercapai dan Indonesia akan semakin ketinggalan dengan Cina dan Vietnam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement