EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ikut memberikan masukan kepada pemerintah perihal rencana pembentukan perusahaan induk atau holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi (migas). BPK mewanti-wanti pemerintah agar pembentukan holding energi mempunyai tujuan yang jelas.
Anggota BPK Achsanul Qosasi mengkhawatirkan, pembentukan holding energi semata-mata menjadi jalan untuk menghindari fungsi DPR dalam melakukan pengawasan. Achsanul mengungkapkan bahwa rencana holding energi dengan jalan memberikan kesempatan bagi Pertamina mengakuisisi alias ‘mencaplok’ kepemilikan saham PT Perusahaan Gas Negara (PGN) harus jelas dan memiliki tujuan yang jelas pula.
"Sepanjang proses holding memberikan efektifitas terhadap fungsi dan peran BUMN itu baik. Tapi, jangan sampai proses holding ini hanya untuk menghindari DPR," kata Achsanul yang membawahi pemeriksaan dan audit BUMN, di Jakarta, Selasa (14/6).
Ia menjelaskan apabila Pertamina mengakuisisi PGN, maka nantinya PGN akan menjadi entitas anak usaha Pertamina. Dengan demikian, kata dia, DPR selalu pengawas tidak bisa secara leluasa memeriksa segala bentuk kebijakan PGN.
"Jadi itu maksud menghindari DPR. Begitu juga BPK juga tidak bisa lagi mengaudit PGN yang akan jadi anak usaha perusahaan tersebut," katanya.
Achsanul berharap tujuan holding yang dilakukan Kementerian BUMN haruslah mengacu kepada efektivitas dari sisi fungsi bisnis BUMN masing-masing. Tak hanya itu, ia menambahkan, DPR juga harus mengetahui rencana tersebut.
BPK, menurut Achsanul, akan menilai efektivitas dari proses holding tersebut. Menurut dia, pemerintah harus memastikan bahwa adanya holding BUMN bukan malah menjadikan industri migas berbelit dan terjadi tumpang tindih.
"Industri migas haruslah mampu memberikan efisiensi dan kebaikan bagi masyarakat. Jangan menimbulkan kekisruhan," kata Achsanul.
Kementerian BUMN berencana membentuk holding energi. Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan, landasan hukum ini berbentuk Peraturan Pemerintah (PP). Namun beleid tersebut justru fokus tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina. Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan menyerahkan saham Seri B sebesar 56,96 persen yang ada di PGN kepada PT Pertamina (Persero).
Dalam RPP tersebut, PGN akan berada di bawah Pertamina. Status PGN yang saat ini sebagai BUMN akan menjadi perusahaan swasta karena statusnya sebagai anak usaha Pertamina.