EKBIS.CO, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan BUMN merupakan korporasi yang berbeda dengan swasta. Perbedaan mendasar terletak pada kepemilikan saham yang dipegang oleh pemerintah.
"Pemerintah itu punya arah kebijakan. Maka di dalamnya juga termasuk adalah BUMN punya arah kebijakan sesuai dengan pemerintah," ujar Arya di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Arya mengatakan penunjukkan sejumlah komisaris dari unsur politik tentu menjadi bagian dalam arah kebijakan pemerintah. Arya menyampaikan Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin melakukan transisi pemerintahan yang baik dalam meneruskan sejumlah pencapaian positif.
"Baru kali ini pemerintahan kita tidak putus. Ini namanya berkesinambungan. Baru kali ini lho berkesinambungan. Jadi wajar saja apa-apa yang berhubungan dengan pemerintah itu ada transisi yang enak," ucap Arya.
Arya menyampaikan hal ini merupakan langkah positif dalam melanjutkan kerja-kerja pemerintah sebelumnya. Arya mengatakan kelancaran transisi akan berdampak baik dalam proses transisi pemerintahan yang baru.
"Zamannya Bung Karno ke Pak Harto itu putus banget, dari Pak Harto ke Habibie itu ada reformasi. Pak Habibie ke Gus Dur, Gus Dur ke Bu Megawati, Bu Megawati ke SBY, SBY ke Pak Jokowi itu putus juga. Kali ini berkesinambungan pemerintahnya, belum pernah terjadi kesinambungan yang selancar ini sepanjang Indonesia merdeka," sambung Arya.
Oleh karena itu, Arya mengatakan pemerintah juga tentu ingin memiliki direksi dan komisaris yang punya kesamaan visi dengan pemerintah. Hal ini merupakan hal yang lumrah mengingat BUMN merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah.
"Setelah ganti pemerintahan, dia punya arah kebijakan juga, termasuk BUMN yang kepemilikannya adalah pemerintah. Maka wajar pemerintah ikut campur di urusan yang namanya BUMN," lanjut Arya.
Arya menyampaikan BUMN tak hanya melakukan kerja-kerja bisnis, melainkan punya kewajiban secara politik. Arya mencontohkan bagaimana sejumlah rencana aksi strategis BUMN pun harus mendapatkan persetujuan DPR terlebih dahulu.
"Ketika BUMN mau dimerger, holding, IPO, itu lapor ke DPR. Kalau swasta tidak ada seperti ini. Bahkan BUMN setiap tiga bulan sekali lapor kinerjanya ke DPR, itu adalah bagian dari politik," kata Arya.