EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mempertanyakan keseriusan pemerintah membenahi tata distribusi pangan nasional. Ia mengaku telah melaporkan rentannya jalur distribusi dari sejumlah pungutan liar (pungli) dari tahun ke tahun, tapi ia belum melihat pembenahan yang tegas dan berarti dari aparat penegak hukum.
"Sebulan itu untuk membayar pungutan kalau kita distribusikan barang pakai truk, ada total pungli sampai Rp 20 juta," katanya, Rabu (15/6). Kecuali memakai logo tertentu, kata dia, setahun bisa membayar lebih rendah yakni Rp 1-2 juta.
Jika tidak taat, kata dia, maka jangan harap para sopir angkutan truk dapat pulang dengan selamat. Sebab pasti ada saja praktik jahil dari oknum-oknum di jalanan. Bahkan dari para pelaku pungli adalah mereka yang berseragam. "Setiap distribusi harus menyuap, karena kalau tidak, besok-besoknya terus dikerjain," ujarnya.
Pembenahan jalur distribusi pasar harus segera dan mendesak jika Indonesia mau bersaing elegan di perdagangan internasional. Tutum meminta pembenahan tidak sekadar seremonial dan pencitraan, tapi dalam bentuk nyata misalnya dengan menertibkan para pelaku pungli di jalan distribusi.
Operasi Pasar (OP) yang selama ini dijalankan pemerintah juga menurutnya belum menjawab permasalahan pangan secara permanen. Jika cara tersebut terus dipertahankan, ia menjamin tahun depan pun akan ada drama OP yang hanya menyenangkan masyarakat sesaat.
Menjawab hal tersebut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjawabnya dengan meluncurkan Toko Tani Indonesia Center (TTIC) di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan. TTI dibangun serentak di 4.000 titik se-Indonesia, meski ia tidak menyebutkan detil lokasinya.
TTI menjual bahan pangan tertentu dengan harga sesuai keinginan pemerintah. Toko bahkan sanggup menjual daging sapi segar dengan harga Rp 80 ribu per kilogram. "Kita telah memulainya, ini solusi permanen yang berproses, kita harap harga pangan di pasar bergerak turun perlahan," katanya.