EKBIS.CO, JAKARTA -- Perum Bulog mendukung revisi UU Nomor 41 Tahun 2014 mengenai impor pangan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan). Menurut Dirut Bulog Djarot Kusumayakti, revisi UU tersebut akan menghapus aturan-aturan yang selama ini dianggap membuat harga daging sapi menjadi mahal.
Persoalan utama mahalnya harga daging sapi di Indonesia, kata dia, salah satunya lantaran UU tersebut yang menyatakan tidak diperbolehkan impor daging secondary cut dan tidak dipasarkan di pasar-pasar tradisional. Ia menilai, UU Nomor 41 Tahun 2014 justru membuat harga daging sapi bakalan yang sebelumnya diimpor lebih mahal daripada sapi siap potong yang diimpor langsung dari Australia.
"Seharusnya, harga daging sapi akan lebih murah lantaran harus digemukan terlebih dahulu dibandingkan sapi siap potong," katanya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (15/7).
Djarot menambahkan, apabila daging secondary cut diperbolehkan masuk ke pasar-pasar tradisional akan mampu menekan tingginya harga daging sapi di Indonesia. Ia juga mempertanyakan aturan-aturan yang terkandung pada UU Nomor 41 Tahun 2014, di mana secondary cut hanya diperbolehkan kepada hotel, restoran, dan catering (Horeka).
"Pasar itu konsumen siapa, kan masyarakt kecil, kenapa dibelenggu daging segar mahal, kenapa enggak daging beku yang murah, toh itu sehat dan murah," katanya.