EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah warga miskin berkurang, tetapi kedalaman dan keparahan kemiskinan meningkat. Kedalaman dan keparahan kemiskinan perdesaan lebih tinggi dari perkotaan.
Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin, menjelaskan, kemiskinan tak hanya soal jumlah dan persentase penduduk miskin, tapi juga soal kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan per Maret 2016 masing-masing naik menjadi 1,94 persen dan 0,52 persen dari periode September 2015 yang masing-masing sebesar 1,84 persen dan 0,51 persen.
Namun, untuk periode Maret 2015-Maret 2016, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan turun dari masing-masing 1,97 persen dan 0,54 persen menjadi 1,94 persen dan 0,52 persen.
Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan perdesaan lebih besar dibandingkan perkotaan. Per Maret 2016, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan perdesaan mencapai 2,74 persen dan 0,79 persen. Angka ini lebih besar dari indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan perkotaan yang mencapai 1,19 persen dan 0,27 persen per Maret 2016.
Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan periode Septemeber 2015-Maret 2016 meningkat, tutur Suryamin, karena garis kemiskinan perdesaan lebih tinggi dari perkotaan mengingat inflasi perdesaan juga lebih tinggi dari perkotaan.
''Ini karena harga di perdesaan lebih tinggi dari kota. Masyarakat desa mulai mengonsumsi barang-barang daerah urban, ini butuh biaya distribusi lebih besar sehingga margin dinaikkan. Belum lagi masyarakat perdesaan membeli barang secara eceran ketimbang partai besar,'' ungkap Suryamin dalam paparan Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2016 di kantor BPS, Senin (18/7).
Meski begitu, dengan garis kemiskinan Rp 354.386 per kapita per bulan pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin mencapai 28,01 juta orang atau 10,86 persen. Jumlah ini berkurang 500 ribu orang dari 28,51 juta orang per September 2015 dan berkurang 580 ribu orang dari 28,59 juta orang Maret 2015.