EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) pada kuartal II 2016 membukukan laba bersih sebesar Rp 4,37 triliun atau tumbuh 79,9 persen secara tahunan (year on year atau yoy). Tercatat pada periode yang sama tahun lalu, laba BNI anjlok menjadi Rp 2,4 triliun.
Pertumbuhan laba BNI tersebut ditopang oleh kontribusi Pendapatan Bunga Bersih (Net Interest Income/NII) yang naik 11,7 persen yoy dari Rp 12,45 triliun menjadi Rp 13,91 triliun, serta kenaikan Pendapatan Non-Bunga 28,7 persen yoy dari Rp 3,44 triliun menjadi Rp 4,43 triliun.
NII tumbuh berkat realisasi penyaluran kredit BNI hingga akhir Juni 2016 yang tumbuh moderat sebesar 23,7 persen yoy dari Rp 288,72 triliun menjadi Rp 357,22 triliun.
Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni mengatakan, kenaikan laba bersih ini ditopang antara lain oleh kinerja fungsi intermediasi BNI yang tetap solid dalam menyalurkan kredit. Meskipun pada suku bunga kredit segmen kecil telah diturunkan secara selektif sejak awal April 2016, serta kondisi perekonomian nasional yang melambat.
"Kinerja penyaluran kredit BNI menunjukkan kualitas fungsi intermediasi perseroan yang semakin meningkat karena ditengah kecenderungan menurunkan suku bunga, BNI tetap dapat mendorong kredit sekaligus mencetak Net Interest Margin (NIM) di atas 6 persen," ujar Achmad Baiquni, pada Konferensi Pers Paparan Kinerja Keuangan BNI Kuartal II 2016 di Jakarta, Jumat (22/7).
Menurut Baiquni, hal ini didorong oleh kemampuan BNI dalam menurunkan Cost of Funds (biaya dana) dari 3,2 persen pada Juni 2015 menjadi 3,1 persen pada Juni 2016. Cost of Funds tetap mengalami perbaikan karena penurunan suku bunga dana deposito pada umumnya. Hal ini terjadi di sepanjang Semester I tahun 2016.
Sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu, laba BNI anjlok hingga 50,8 persen menjadi Rp 2,4 triliun. Penurunan laba tersebut akibat meningkatnya beban pencadangan perseroan (coverage ratio/CKPN) sebesar 172,2 persen dari Rp 2,2 triliun di semester I-2014, menjadi Rp 6 triliun pada semester I tahun 2015. Tercatat saat itu rasio kredit bermasalah (NPL) sebesar 3 persen.