EKBIS.CO, Komoditas cabai di beberapa pasar tradisional di Jakarta terpantau belum mengalami penurunan harga semenjak Lebaran tahun ini. Seperti yang terjadi di Pasar Jaya Kramat Jati, Jakarta Timur.
Sebagai salah satu pemasok utama bagi pasar-pasar tradisional di Jakarta, harga cabai di pasar ini belum bisa turun seperti harga semulanya. "Udah sebulan lebih, dari Lebaran kok," tutur Mujinah (56 tahun), Kamis (11/8), yang sehari-hari menjual cabai di Pasar Kramat Jati.
Mujinah mengatakan harga cabai berbeda dari masing-masing jenisnya. "Biasanya cabai keriting itu per kilo 20 ribu, sekarang jadi 30 ribu. Terus cabai rawit merah asalnya 25 sampai 30 ribu, sekarang jadi 50 per kilo," tambahnya.
Selama berjualan, harga cabai rawit merah memang melunjak mahal dari harga biasanya. Umi (49 tahun), pedagang cabai lainnya, mengatakan harga cabai di pasar tersebut tidak pernah stabil.
"Di sini harganya ya standar lah. Cabai itu harganya naik turun. Harga cabai tergantung sama mutunya. Cuma memang belakangan harganya gak turun-turun," keluh Umi. Harga cabai yang tak kunjung turun juga dikeluhkan Umi karena membuat pendapatannya sehari-haritidak menentu.
"Pendapatan berkurang sih iya karena jadi mahal itu pembeli berkurang," sambung Umi. Mahalnya harga cabai sendiri tidak hanya dikeluhkan para pedagang.
Wiwin yang biasa belanja di Pasar Kramat Jati juga merasakan hal senada. "Dari Lebaran saya beli kisaran 55 ribu (cabai rawit merah) sekarang harganya masih sama," ucap Wiwin.
Namun, dirinya mengaku mau tidak mau membeli cabai rawit merah meski harganya yang mahal. "Ya mau gimana lagi emang harganya lagi mahal. Biasanya bisa beli sekilo sekarang dikurangin buat dibagi-bagi uangnya beli yang lain," jelas Wiwin.
Menanggapi hal tersebut, Joko selaku staf usaha dari manajerial Pasar Kramat Jati menjelaskan kondisi mahalnya harga cabai. "Sebenarnya harga cabai untuk beberapa hari ini masih tetap. Ini bekas Lebaran saja. Belum turun seperti semula," kata Joko.
Menurutnya, ada harga cabai memang dipatok oleh para penjualnya. "Kemungkinan alasan harga belum turun itu karena waktu ambil dari pemasok harganya belum turun juga. Atau bisa jadi karena pasokannya berkurang dari pemasok," ujarnya.
Sementara dari data yang dimiliki oleh Pasar Kramat Jati disebutkan harga cabai sebelumnya sempat menurun pada pekan ketiga Juli. Hanya saja memasuki awal pekan di Agustus harga cabai kembali naik.
Pantauan Republika melihat dari berbagai jenis cabai, cabai rawit merah memang tergolong mahal dibanding cabai lainnya. Sementara untuk komoditas sayuran lainnya masih dalam keadaan harga yang normal.
Penurunan beras
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron memperingatkan pemerintah agar tidak merugikan petani ketika ingin memberhasilkan agenda penurunan harga beras. "Jangan sampai mengintervensi harga di tingkat petani yang saat ini kondisinya sedang stabil," kata dia kepada Republika, Kamis (11/8).
Pemerintah, lanjut Herman, mesti mengawal betul alur distribusi yang kerap disebut sebagai dalang tingginya harga beras. Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan acuan formal terkait penetapan harga terendah dan harga tertinggi beras.
Perlu ditetapkan pula, berapa target harga di pasar kemudian dihitung selisihnya dengan harga di tingkat petani. Penetapan dapat berupa Instruksi Presiden.
Menurut Herman, faktor tingginya harga beras disebabkan rantai distribusi yang belum dibenahi. Sedangkan produksi sudah aan bahkan surplus berdasarkan data statistik.
"Produktivitas tinggi 75 juta ton GKG, setara beras 42 juta ton, konsumsi 24,8 kilogram per kapita per tahun, jadi sangat cukup," katanya. Herman lantas meminta menteri perdagangan dan jajarannya untuk mengoptimalkan peranannya mengatur rantai distribusi. Agar keinginan Presiden menurunkan harga beras tak termentahkan seperti nasib agenda penurunan harga daging.