EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Akmal Pasluddin mengatakan, tingginya harga rokok mampu mengendalikan konsumsi rokok dari sisi usia, juga dari sisi tingkat ekonomi masyarakat. Ia pun meminta pemerintah tak tergiur dengan lobi pengusaha rokok.
"Saya berharap pemerintah tidak masuk angin untuk mengurungkan niatnya menaikkan harga rokok. Ini bisa saja terjadi dari lobi para pengusaha rokok yang merupakan orang-orang terkaya di Indonesia yang memiliki aset terbesar di negara ini," katanya, Rabu, (2/8).
Tarif harga rokok di Indonesia, ujar Akmal, menempati urutan nomor tujuh termurah di dunia setelah Pakistan, Vietnam, Nikaragua, Kamboja, Filipina, dan Kazakhtan. Dengan murahnya harga rokok tersebut maka hampir setiap warga negara, baik anak maupun dewasa, dari tidak mampu hingga berkecukupan, akan sangat mudah membeli rokok di mana pun berada.
Selain itu, dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2017 yang disampaikan di Rapat Paripurna pada 16 Agustus 2016 silam, pemerintah telah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp 157,6 triliun, atau naik 6,12 persen dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 148,09 triliun. Khusus untuk cukai hasil tembakau ditargetkan sebesar Rp 149,88 triliun, atau naik 5,78 persen dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 141,7 triliun.
"Pelaku industri mengecam kenaikan harga rokok dan mengancam akan terjadi PHK terhadap karyawan industri rokok. Namun, pemerintah sudah mengantisipasi bahwa kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus itu telah meliputi penyesuaian tarif cukai dan penambahan margin perusahaan rokok."
Jika margin perusahaan bertambah, meskipun permintaanya berkurang akibat kenaikan harga, maka perusahaan rokok tetap dapat bertahan tanpa ada PHK. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah mau menaikkan harga rokok.