EKBIS.CO, JAKARTA -- Parlemen merestui adanya privatisasi atas empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), dan PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP). Keempatnya diperbolehkan menerbitan saham baru dengan syarat tanpa menggerogoti porsi saham pemerintah di dalamnya.
Pengamat BUMN yang juga mantan Sekretaris Kementerian BUMN 2005 hingga 2010, Said Didu, menilai bahwa langkah ini memang paling bijak dibanding tiga opsi lain bagi BUMN untuk menjalankan tugasnya dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Selain penerbitan right issue, tiga opsi lainnya adalah dengan menyerahkan modal sepenuhnya kepada swasta atau asing, menggantungkan seluruh kebutuhan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan terakhir adalah membuka kerja sama antara BUMN dan swasta.
Said menilai bahwa dengan memperbolehkan BUMN menawarkan saham baru maka BUMN tetap menjaga posisinya secara mandiri dan pembangunan bisa dilakukan tanpa ada campur tangan swasta. "Karena itu aturannya aturan pasar modal demikian. Jadi menurut saya, ini kebijakan bagus. kalau dibiayai semua oleh APBN maka APBN kita nggak akan mampu. Kalau diserahkan seluruhnya ke swasta maka mereka saja yang menikmati keuntungan. Nah kemudian ini diserahkan seluruhnya ke BUMN. Itu kebijakan yang dipilih. Nah, tapi BUMN tidak punya cukup kemampuan modal untuk melaksanakan tugas itu. Maka dari itu ditambahkan lah modal," jelas Said, Rabu (24/8).
Said menambahkan, keuntungan dari skema ini paling tidak adalah risiko keuangan tetap ditanggung oleh BUMN sendiri. Artinya, APBN tidak akan terusik untuk melakukan pembangunan. Selain itu, ia menambahkan, aset pemerintah tidka akan berkurang, bahkan ada peluang bagi pemerintah untuk menambah kepemilikan sahamnya.
"Right issue malah bikin proporsi bertambah kalau saham minoritas tidak memakai haknya. Berkurangnya porsi pemerintah tidak mungkin terjadi justru bertambah," ujar dia.
Meski privatisasi, namun dipastikan kepemilikan porsi saham Pemerintah melalui mekanisme penerbitan saham baru atau right issue dengan menggunakan penyertaan modal negara (PMN) dalam APBN-P 2016.