Jumat 26 Aug 2016 17:54 WIB

BI Prediksi The Fed Naikkan Bunga dengan Hati-Hati

Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia mengatakan mayoritas sikap pelaku pasar masih meyakini Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve masih akan sangat hati-hati dalam melakukan pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan bunga acuannya.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan perkembangan ekonomi AS masih belum sesuai ekspektasi dan hal itu mengarahkan proyeksi, bahwa The Fed hanya akan sekali menaikkan suku bunga acuannya pada tahun ini dari level terkini 0,25 persen-0,5 persen, pascapengetatan kebijakan moneter Desember 2015 lalu. "Maka itu pernyataan The Fed beberapa waktu terakhir itu 'dovish' (mengambil risiko kecil), tapi memang ada beberapa anggota FOMC (Komite Pasar Terbuka The Fed) yang 'hawkish' (cara pandang bermanuver), saya sih melihat sebagian besar percaya AS akan menaikkan bunga dengan sangat hati- hati sekali," ujar Mirza di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (26/8).

Mirza mengatakan, persepsi yang terbentuk di pasar bahwa pengetatan moneter dari AS itu akan terjadi di periode September hingga Desember 2016. Dia meyakini jika kenaikan bunga acuan The Fed hanya dilakukan sekali tahun ini, dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dapat diantisipasi.

"Dan tidak apa-apa kalau naik hanya sekali," kata dia.

Gubernur The Fed Jannet Yellen dijadwalkan akan menyampaikan pidato dalam pertemuan tahunan dengan ahli-ahli moneter di Jackson Hole Symposium, akhir pekan ini. Para pelaku pasar sedang menunggu pidato tersebut yang diyakini akan memberikan sinyalemen mengenai kebijakan moneter AS di sisa 2016.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan sikap wait and see dari pelaku pasar menjelang pidato Yellen, telah memicu pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir. Namun, pelemahan rupiah tersebut, menurut Juda, masih wajar dan sesuai cerminan fundamental.

"Kan kelihatan dari kawasan, Malaysia dan Thailand juga seperti itu," ujarnya.

Kondisi nilai tukar rupiah, menurut refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor), sejak Selasa (23/8) menunjukkan pelemahan ke Rp13.216 per dolar AS dari Rp13.197 per dolar AS pada Senin (22/8). Sejak Selasa hingga Jumat ini (26/8) kurs rupiah terus bergerak di level psikoligis Rp 13.200, setelah sebelumnya selalu berada di Rp 13.100. Melihat transaksi antarbank di Jakarta Jumat pagi, rupiah bergerak melemah tipis sebesar satu poin menjadi Rp 13.222, dibandingkan posisi Kamis sore.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement