EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengantisipasi modus baru kejahatan perikanan. Menteri KKP, Susi Pudjiastuti mengatakan, seluruh pelabuhan di Indonesia akan ditelusuri kegiatan pencurian ikan atau illegal fishing.
“Kalau nanti ada yang coba-coba bermain ilegal lagi, itu kan sudah kita laporkan ke Interpol. Ya kita bikin jera lagi," ujar Susi di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Senin (29/8).
Susi mengatakan, KKP sudah menindak tegas para pelaku kejahatan perikanan. Salah satunya pemilik KM Fransiska yang telah terbukti beroperasi dengan mengganti badan kapal, layaknya buatan dalam negeri. Modus tersebut terungkap saat ada inspeksi mendadak ke Pelabuhan Benoa, Bali pada 2 Agustus lalu.
Pemilik KM Franziska, SM, telah dikenakan status tersangka. RSL selaku Direktur Utama PT BSM (pemilik kapal KM Fransiska) dan ‘IKR’ selaku Direktur PT BMS telah ditahan sejak 22 Agustus. “Ketiga tersangka disangkakan telah melanggar pasal 93 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar, " ujar Susi menerangkan.
Tiga modus yang dicurigai dalam kejahatan perikanan di Pelabuhan Benoa yakni pertama, meminjam izin penangkapan ikan milik kapal lain, kedua mengubah kapal agar seolah-olah menjadi kapal buatan dalam negeri (umumnya kapal yang berbadan fiber/besi, dilapisi kayu) 'ganti baju’, kemudian keluar dari wilayah Indonesia tanpa melalui proses deregistrasi. Penyidik telah menyita kapal, dokumen kapal serta ikan hasil tangkapan sebanyak 2,5 ton yang saat ini sedang menunggu proses lelang. Penyidik Polair pada Satgas 115 juga sedang melakukan penyelidikan terhadap adanya indikasi 27 kapal yang melakukan praktek ‘ganti baju’.
Selain Benoa, wilayah lain yang telah terindikasi modus kejahatan serupa adalah wilayah Bitung dan Muara Baru. “Kapal-kapal asing yang nakal ini, persoalannya adalah mereka melakukan transshipment dengan kapal-kapal induk Taiwan. Jadi yang segar sudah dibawa di tengah laut, " tutur Susi menjelaskan.
Kejahatan perikanan juga terjadi di Provinsi Lampung yakni perompakan hasil pencarian nelayan. Modusnya, pelaku secara berkelompok memantau tangkapan ikan nelayan, kemudian menggunakan perahu mengejar dan memepet. Para perompak menodongkan senjata api pistol maupun laras panjang. Dengan paksaan, mereka mengambil semua hasil laut yang ada.
“Saya pikir hasil tangkapannya mereka kan besar. Kalau mereka rampok satu nelayan kan bisa dapat miliaran. Rajungan mahal harganya. Inilah trend baru," ujar Susi.
Pejabat negara berusia 51 tahun ini meminta masyarakat secara aktif melaporkan peristiwa perompakan dan lokasi-lokasi spesifik kejadian kepada Polda Lampung atau KKP. Susi memastikan, Kapolri setempat telah berkoordinasi dengan jajarannya mengantisipasi hal ini.
"Kapolda Lampung telah (melakukan) koordinasi dengan jajaran terkait dan menyiagakan kapal patrol, helikopter dan penembak jitu, serta berjanji akan menindak dengan tegas pelaku kejahatan perikanan tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, laporan 400 nelayan andon rajungan dan serikat nelayan yang berasal dari Muara Angke, Tegal, Karawang, Indramayu dan Cirebon ke KKP, dinyatakan telah mengalami perompakan sebanyak 86 kali. Kejadian itu memakan korban 250 nelayan yang berlokasi di sekitar Lampung. Setiap kasus perompakan, sekitar 1-3 ton hasil tangkapan dirampas dengan nilai kerugian mencapai Rp 25 juta–50 juta.
Baca juga: Menteri Susi Ungkap 3 Modus Tindak Pidana Perikanan