EKBIS.CO, HOUSTON -- Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menyepakati pembatasan produksi minyak menjadi 32,5-33 juta barel per hari. Keputusan ini adalah hal yang paling ditunggu oleh produsen shale oil (minyak serpih) Amerika Serikat (AS) selama lebih dari dua tahun karena dapat terlepas dari tekanan harga yang rendah.
Kesepakatan dinilai efektif untuk menetapkan harga minyak menjadi mendekati 50 dolar AS per barel. Dengan demikian banyak perusahaan shale oil AS yang bisa meraup pemasukan lebih banyak dan bisa mengebor sumur-sumur baru.
"Hal ini membuat produsen AS lebih percaya diri," kata James Barat, dari firma investasi Evercore ISI di New York.
Harga minyak melonjak lebih dari lima persen menjadi 48 dolar AS per barel. Namun rincian akhir tentang pembatasan minyak akan diputuskan dalam pertemuan resmi OPEC selanjutnya pada November mendatang. Dalam pertemuan OPEC di 2014, organisasi ini membiarkan harga minyak jatuh untuk mendapatkan kembali pangsa pasar. Akibatnya, puluhan produsen minyak mengalami kebangkrutan.
Tak hanya itu, anggaran anggota OPEC dari Venezuela dan Angola menurun sebanyak 60 persen. Bahkan Arab Saudi memotong gaji menterinya sebesar 20 persen dan memotong tunjangan pegawai negeri.
Meski demikian, perusahaan shale oil besar di AS, yang bertanggung jawab atas produksi minyak mentah dalam negeri, selamat dari krisis. Perusahaan seperti Anadarko Petroleum Corp, EOG Resources Inc, Apache Corp dan lebih dari 25 perusahaan lainnya menunjukkan mereka dapat bertahan dengan harga minyak 40 dolar AS per barel.
Setidaknya 32 perusahaan mencapai rekor 20,40 miliar dolar AS di pasar ekuitas dalam delapan bulan pertama tahun ini. Setengah dari mereka melakukannya untuk membeli tanah berminyak.
Pada Juli, Pionir Sumber Daya Alam Chief Executive Scott Sheffield mengatakan perusahaan shale oil sekarang berkompetitif dengan Arab Saudi. Mereka mengangkat produksi minyak AS dari 4,9 juta barel per hari pada 2009, menjadi 9,6 juta barel per hari pada 2015.
Baca juga: OPEC Sepakat Batasi Produksi Minyak Jadi 33 Juta Barel