EKBIS.CO, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium aroma persaingan usaha tidak sehat dari dua operator seluler Indosat Ooredoo dan XL Axiata.
Selain terindikasi kartel karena membentuk usaha patungan bernama PT One Indonesia Synergy, KPPU juga mencium gelagat price fixing dalam penetapan tarif telepon lintas operator (off-net) di luar Jawa. Kecurigaan itu berasal dari Indosat yang mengumbar program telepon Rp 1 per detik (Rp 60 per menit) untuk panggilan off-net pada pertengahan 2016 lalu, kemudian dilanjutkan XL Axiata yang mengeluarkan program serupa Rp 59 per menit, pekan lalu.
Aksi pemasaran itu tetap dilakukan Indosat dan XL meskipun penetapan tentang tarif baru interkoneksi tengah ditangguhkan. Dari situ timbul kecurigaan KPPU ada aroma persaingan usaha tidak sehat.
"Kami akan memanggil Indosat dan XL karena ada tiga indikasi dugaan kartel yakni price fixing, market allocation, dan output restriction," ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf dalam rilisnya kepada Republika.co.id, Selasa (11/10).
Khusus price fixing atau kesepakatan penetapan harga ini, Syarkawi menilai indikasi ini terlihat sejak polemik tentang revisi PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 mencuat, khususnya soal ribut-ribut interkoneksi dan network sharing. "Kami akan mendalami lagi soal polemik tarif off-net dalam interkoneksi ini. Karena ada tiga komponen biaya dalam skema tarif, dan tiap operator berbeda-beda pengeluarannya untuk bangun jaringan. Ada yang patuh, ada yang tidak, meskipun lisensinya sama-sama nasional," ujarnya.
Syarkawi pun menilai, pemerintah harusnya bisa menerapkan reward and punishment bagi seluruh operator sesuai dengan lisensi yang dimilikinya. Jika punya lisensi seluler, maka ia menilai, operator harus bangun jaringan secara nasional. "Harus ada reward and punishment bagi yang patuh dan tidak patuh. Harus dihitung pula mekanisme kompensasinya bagi operator yang patuh bangun jaringan, misalnya Telkomsel," ujarnya.
Jika melihat skema tarif yang ditawarkan Indosat dan XL, kata dia, bisa dipastikan adanya subsidi mengingat biaya cost recovery XL adalah Rp 65 per menit dan Indosat Rp 86 per menit, untuk panggilan lintas operator. Sementara cost recovery Telkom dan Telkomsel sebesar Rp 285 per menit, Smartfren Telecom Rp 100 per menit, dan Hutchison 3 Indonesia (Tri) Rp 120 per menit.
Dari sisi penguasaan pasar seluler nasional, Telkomsel mendominasi 45 persen, setelah itu disusul Indosat 21,6 persen, Tri 14,4 persen, dan XL 14 persen. Sedangkan untuk pasar di luar Jawa, lebih dari 80 persen dikuasai Telkomsel, sementara pesaing terdekatnya, Indosat dan XL, tak lebih dari lima persen.