EKBIS.CO, JAKARTA -- Dua tahun berjalannya pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, perekonomian dunia dilanda perlambatan. Hal itu membuat pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia kini hanya bergantung pada dua sumber yakni konsumsi masyarakat dan investasi.
Perlambatan ekonomi global dinilai semakin parah dengan anjloknya harga komoditas perdagangan terutama komoditas pertambangan dan perkebunan. Mau tak mau, dua hal ini ikut berimbas kepada kondisi pertumbuhan ekonomi domestik. Dinamikanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini bergantung pada empat hal yakni konsumsi masyarakat, investasi, belanja pemerintah, dan perdagangan internasional atau ekspor dikurangi impor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, imbas perlambatan ekonomi global memang dirasakan langsung oleh Indonesia. Kenyataan pahit yang harus dihadapi adalah kinerja ekspor dan impor yang masih menurun. Neraca perdagangan Indonesia masih surplus namun tren kinerja perdagangan internasional masih saja tertekan. Di sisi lain, penerimaan negara yang salah satunya bersumber dari perpajakan ikut merosot.
Pemerintah pun terpaksa memangkas anggaran belanja untuk tahun ini dan penundaan sejumlah proyek pemerintah. Darmin menyebutkan, keadaan ini membuat pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia kini tinggal bergantung pada dua hal yakni konsumsi masyarakat dan investasi. Konsumsi masyarakat relatif masih terjaga dengan tingkat inflasi yang terjaga rendah, dan perkembangan investasi terdorong oleh paket kebijakan ekonomi. Meski Darmin mengakui, belum semua paket kebijakan ekonomi sudah diimplementasikan dengan baik di lapangan.
Darmin menjelaskan, ada dua hal penting yang sudah dilakukan pemerintah dalam menahan imbas perlambatan ekonomi dunia agar tak menekan pertumbuhan ekonomi domestik nasional. Kebijakan pertama yang dilakukan pemerintah adalah pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari pemanfaatan yang bersifat konsumtif untuk dibelanjakan ke sektor yang produktif.
"Itu titik awal, di mana pengeluaran didorong ke pembangunan infrastuktur, pendidikan, dan kesehatan. Itu tujuan utama dari reformasi fiskal kita. Jangan lupa bahwa walaupun saya katakan APBN hadapi kendala dari perlambatan ekonomi dunia kita mulai dari reform dari itu," ujar Darmin dalam paparan dua tahun kinerja pemerintahan Jokowi-JK di Kantor Staf Presiden, Selasa (25/10).
Sedangkan kebijakan kedua yang sudah dilakukan pemerintah untuk meredam imbas perlambatan ekonomi global, kata dia, adalah gencarnya pembangunan infrastruktur. Ia menilai, pembangunan infrastruktur yang merata menjadi kunci untuk menekan gini ratio yang mencerminkan adanya ketimpangan sosial. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur di dalam negeri menjawab kondisi yang ada di luar negeri di mana permintaan atas produk ekspor Indonesia yang ikut menurun. Pembangunan infrastruktur dianggap menjawab tantangan yang ada untuk menangkap pangsa pasar dalam negeri, tanpa menggantungkan raihan ekspor impor.
"Pertumbuhan tidak jelek, stabilitas bagus, ketimpangan membaik, jadi saya kira melihat dari ukuran ekonomi pemerintahan Jokowi-JK telah melakukan sesuatu yang memang pas dan dibutuhkan oleh bangsa ini," ujar Darmin.
Di sisi lain, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memberikan catatan penting atas dua tahun pemerintahan Jokowi-JK. Sekretraris Jenderal OECD Angel Gurria menyebutkan, Indonesia memang telah mengambil sejumlah langkah penting dalam meningkatkan capaiannya di bidang ekonomi dan sosial. Ia menilai, di tengah lemahnya kondisi ekonomi global dan turunnya harga ekspor komoditas, pertumbuhan masih terbilang bagus.
Gurria menjelaskan, meski kemiskinan terus ditekan dan ketimpangan sosial dikurangi, pemerintah Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah berat yakni kebijakan pangan yang dianggap belum cukup kuat untuk melindungi kalangan petani dan pelaku usaha di hulu. Sementara itu, adanya subsidi dan aturan di sektor energi dan kehutanan dianggap menjadi distorsi terhadap kegiatan dan capaian di bidang lingkungan hidup.