EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI pada kuartal III 2016 membukukan laba bersih sebesar Rp 18,6 triliun atau naik tipis 1,84 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 18,28 triliun.
Faktor utama yang mendorong raihan laba bersih di Kuartal III 2016 di antaranya pendapatan bunga bersih (net interest income) perseroan yang mencapai Rp 48,6 triliun atau tumbuh sebesar 16,8 persen year on year (yoy). Sedangkan perolehan pendapatan berbasis komisi (fee based income) adalah sebesar Rp 6,6 triliun atau tumbuh sebesar 25,9 persen yoy.
Direktur Utama BRI, Asmawi Syam mengatakan, pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang mencapai double digit ini ditopang oleh kenaikan penyaluran kredit, terjaganya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dan turunnya biaya dana (cost of fund) yang disebabkan oleh meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) khususnya dana murah atau current account saving account (CASA).
"Pertumbuhan kredit ini ditopang oleh segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang tumbuh sebesar 14,8 persen atau disalurkan Rp 435,2 triliun. Dengan kredit mikro tumbuh paling besar yakni sebesar 20,3 persen atau sebesar Rp 204,8 triliun," ujar Asmawi saat paparan kinerja kuartal III BRI di Kantor BRI Pusat, Jakarta, Selasa (25/10).
Untuk DPK, hingga akhir bulan September 2016, tumbuh sebesar 8,8 persen yoy menjadi sebesar Rp 665,5 triliun. Adapun dari total DPK yang berhasil dihimpun, sebanyak 57,6 persen dalam bentuk CASA seperti giro dan tabungan yang tumbuh sebesar 11,7 persen yoy atau menjadi Rp 383,4 triliun.
Adapun komposisi sebesar 42,4 persen dalam bentuk deposito tercatat tumbuh sebesar 5,3 persen yoy atau menjadi Rp 282,1 triliun. Dengan komposisi yang seperti itu, Bank BRI berhasil menurunkan biaya dananya dari yang sebelumnya 4,3 persen di kuartal III tahun 2015 menjadi 3,9 persen di kuartal III tahun 2016.
Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo menambahkan, perseroan akan menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih dalam kisaran 16-20 persen hingga akhir tahun. "Net interest income akan dijaga di 16-20 persen, sedangkan laba targetnya akan naik tipis 1-2 persen," ujar Haru.
Salah satu penyebab kenaikan tipis pada laba adalah karena perseroan meningkatkan biaya rasio pencadangan kerugian (NPL coverage ratio) sebesar 166 persen, dan di akhir tahun diperkirakan akan berada di kisaran 166-167 persen. Sedangkan rasio kredit bermasalah NPL sebesar 2,22 persen pada kuartal III dan ditargetkan akan berada di level 2,1-2,4 persen hingga akhir tahun.
Sementara itu, sepanjang kuartal III 2016, pertumbuhan fee based income tercatat sebesar 25,9 persen yoy menjadi Rp 6,6 triliun. Pertumbuhan tersebut didominasi oleh peningkatan fee yang berasal dari jasa administrasi kredit sebesar 113,6 persen yoy menjadi Rp 740 miliar, kemudian diikuti oleh fee yang berasal dari transaksi trade finance yang tumbuh sebesar 58,8 persen yoy menjadi Rp 614 miliar, fee yang berasal dari transaksi e-banking sebesar Rp 1,6 triliun atau tumbuh sebesar 42,2 persen yoy, dan fee yang berasal dari jasa kegiatan perbankan lainnya (non kredit).
"Hingga akhir tahun kami targetkan fee based income akan berjumlah 10 persen dari total pendapatan. Kalau sekarang kan baru 8 persen," ujar Haru.