EKBIS.CO, SLEMAN -- Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sleman kesulitan dalam menginventarisasi wajib pajak untuk kategori Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini terjadi lantaran status kepemilikan lahan di Sleman mudah berubah dalam waktu yang cepat.
Antara lain karena aktivitas jual beli tanah yang tinggi. Bahkan Kepala Bidang Penagihan Dispenda Sleman, Wahyu Wibowo mengemukakan, tak jarang dalam satu tahun pemilik atas lahan di Sleman dapat berganti tiga hingga empat kali. "Kami sulit melacak pemilik tanah. Apalagi tanah yang kosong, pemiliknya kadang tidak diketahui," tutur Wahyu, Ahad (30/10).
Menurutnya, petugas pajak sering melakukan penagihan sekaligus pendataan terhadap wajib pajak. Namun kendala yang terjadi pada tanah kosong adalah pemilik yang tidak ada di tempat. Bahkan tak jarang masayarakat di sekitar lahan tersebut tidak mengetahui siapa pemilik lahan sebenarnya.
Ditambah saat ini kebanyakan lahan di Sleman sudah berpindah kepemilikan pada orang luar daerah yang tidak diketahui tempat tinggalnya. Maka itu, saat ini masih banyak surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) lahan kosong yang belum bisa dilacak.
Selain itu, jika telah diketahui pemiliknya, sering kali orang yang bersangkutan tidak mau membayar pajak dengan dalih SPPT lahan bukan miliknya. Hal ini terjadi karena setelah jual beli berlangsung nama atas SPPT dalam lahan belum diganti, melainkan masih mencantumkan nama pemilik lama.
Guna memaksimalkan pendapatan pajak, Dispenda Sleman akan melengkapi naman-nama wajib pajak PBB. "Kami akan melakukan validasi BPHTB (bea perolehan atas tanah dan bangunan) agar setelah penjualan tanah SPPT-nya bisa langsung balik nama juga," kata Wahyu.
Adapun wilayah dengan aktivitas perpindahan kepemilikan lahan tertinggi meliputi Kecamatan Depok, Gamping, Ngaglik, dan Mlati. Hingga saat ini pendapatan pajak tertinggi di Kabupaten Sleman berasal dari BPHTB. Rata-rata per tahun, perolehannya mencapai Rp 155 miliar.