EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Sentral Amerika Serikat (AS) diprediksi akan menunda kenaikan suku bunga perbankannya hingga tahun depan. Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan, penundaan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve ini didorong masih tingginya ketidakpastian iklim politik dan ekonomi di AS pasca-terpilihnya Trump.
Chatib mengungkapkan, apabila The Fed tetap memilih menaikkan suku bunga perbankannya, maka AS akan dihadapkan pada ketidakstabilan yang semakin tinggi. Latar belakang ini membuatnya memprediksi The Fed memilih menaikkan suku bunganya di pertengahan tahun depan.
"Karena kalau Trump ekspansi fiskal itu akan membuat defisit fiskalnya naik, jadi defisit naik, kan itu harus dibiayai oleh bonds (obligasi). Kalau dia issue obligasi dan serap uang dari pasar maka bunganya akan naik," ujar Chatib di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (16/11).
Ia mengungkapkan, apabila defisit AS yang semakin melebar lantaran belanja pemerintah yang meninggi, maka Bank Indonesia (BI) harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam menurunkan suku bunga. BI, kata dia, harus memperhatikan tinggi rendahnya inflasi yang terjadi di Indonesia.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, pemerintah masih mengantisipasi berbagai kemungkinan termasuk bila The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunganya. Ia juga menilai, kenaikan suku bunga AS nantinya bisa berimbas pada nilai tukar rupiah ke depan. Hanya saja, Darmin meyakinkan bahwa dampak dari keputusan The Fed hanya bersifat temporal. "Memang lebih besar kemungkinan naik (suku bunga The Fed). Tapi imbas ke rupiah ini kalaupun ada, hanya sementara. Masih bisa balik lagi," katanya.