EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Funds Rate (FFR) akan turun di kuartal IV 2024.
"Untuk skenario baseline dengan probabilitas di atas 75 persen, Fed Funds Rate akan turun sekali di 25 basis poin di kuartal IV, yang kemudian kemungkinan di Desember 2024," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan April 2024, di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Sementara itu untuk risiko potensial (potential risk) dengan probabilitas 50-70 persen, FFR tidak turun pada 2024, namun mulai akan turun pada kuartal I 2025 atau kuartal II 2025 dengan besaran 50 basis poin.
Sedangkan untuk risiko terburuk (tail risk) dengan probabilitas di bawah 50 persen, FFR tetap bertahan tinggi lebih lama, dengan besaran yang tetap pada 2024, dan mulai akan turun 25 basis poin pada 2025.
"Itulah mengenai probabilitas yang kami lakukan untuk bagaimana memitigasi potential risk agar kembali kepada baseline," ujarnya.
Dalam menghadapi suatu ketidakpastian yang saat ini utamanya bersumber dari perubahan arah penurunan suku bunga FFR dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, BI terus mencermati dinamika yang ada serta menakar risiko dan probabilitas kejadian ke depan.
Bi juga menakar dampak risiko tersebut terhadap perekonomian Indonesia, secara khusus terhadap stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.
Selanjutnya, BI merumuskan respons bauran kebijakan untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya risiko potensial, serta melakukan langkah-langkah koordinatif dengan pemerintah, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan berbagai pihak terkait.
Untuk mencegah dampak risiko potensial dari ketidakpastian global tersebut, BI menyiapkan kebijakan yang antisipatif, forward looking dan pre-emptive, yakni dengan memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI-rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen.
Peningkatan BI-rate dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari kemungkinan meningkatnya risiko global ke arah risiko potensial sekaligus memastikan inflasi berada dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus satu persen.