EKBIS.CO, JAKARTA -- Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) masih menunjukkan pertumbuhan meski terkendala risiko pembiayaan macet tinggi.
Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics, Azis Setiawan menjelaskan, tahun ini secara umum adalah tahun yang sulit bagi perbankan syariah termasuk BPR Syariah. Tantangan ekonomi dengan kondisi masih melambatnya pertumbuhan berbagai ekonomi memberikan dampak pada penyaluran pembiayaan dan terutama kualitas pembiayaan. Hal itu tak hanya karena banyak bisnis yang lesu, tetapi juga risiko usaha yang mengalami peningkatan.
"Pembiayaan bermasalah dalam kondisi cenderung meningkat menjadi dari 9,08 persen awal tahun menjadi 10,41 persen pada September 2016. Meski tren dua bulan terakhir mengalami penurunan," ujar Azis pada Republika.co.id, Ahad (4/12).
Meski rasio pembiayaan bermasalah (Nonperforming Financing/NPF) masih cukup tinggi, tetapi trennya menurun. Kondisi tersebut sama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga ia menilai secara umum kondisi ini masih wajar bagi BPRS yang memiliki risiko tinggi.
Di sisi lain, ia menilai sebenarnya BPRS tetap tumbuh baik. Berdasarkan data OJK per kuartal III 2016, pembiayaan tumbuh di kisaran 14 persen secara tahunan (year on year/yoy) dan DPK tumbuh di atas 20 persen.
Ia menuturkan, jumlah pembiayaan mencapai Rp 6,4 triliun dari 5,6 triliun tahun lalu. DPK menjadi Rp 5,4 triliun dari Rp 4,4 triliun tahun sebelumnya. Laba total per September 2016 juga sedikit tumbuh mencapai Rp 108 miliar dibandingkan Rp 101 miliar pada tahun sebelumnya.
Jumlah rekening DPK juga bertambah dari 1,14 juta menjadi 1,21 juta. Sementara jumlah nasabah pembiayaan juga bertambah dari 233 ribu menjadi 240 ribu.
"Meski terjadi penutupan BPRS oleh OJK akibat permasalahan yang serius sehingga menjadi 164 BPRS, hal ini menunjukkan potensi dan peluang berkembang masih besar," imbuhnya.