EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan serapan pinjaman luar negeri hingga akhir tahun bisa menyentuh 98 persen. Bank Indonesia (BI) mencatat sebelumnya bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia di kuartal ketiga 2016 mencapai 325,3 miliar dolar AS.
Sementara itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas baru saja merilis, serapan pinjaman luar negeri di kuartal kedua tahun ini baru sebesar 33,3 persen dari total pinjaman saat itu yakni 323,8 miliar dolar AS. Sedangkan data terbaru mengenai serapan pinjaman luar negeri di kuartal ketiga belum diumumkan.
Menteri PPN Bambang Brodjonegoro menyebutkan, belum optimalnya serapan pinjaman luar negeri tahun ini lebih disebabkan adanya sejumlah proyek di kementerian dan lembaga yang ikut tertunda. Hal ini menyusul adanya pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah di awal kuartal ketiga lalu. Tertundanya sejumlah proyek dinilai ikut menunda serapan pinjaman luar negeri. Meski demikian Bambang mengaku optismistis realisasi serapan pinjaman luar negeri bisa mencapai 98 persen atau mendekati 100 persen untuk tahun anggaran 2016. "Barangkali (serapan belum optimal) karena tertundanya proyek di kementerian lembaga. Ya kalau bisa 100 persen," ujar Bambang di kantornya, Jakarta, Senin (5/12).
Pemerintah mencatat, serapan pinjaman luar negeri didominasi oleh sejumlah proyek besar yang dijalankan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, BPKP, dan Kementerian Pertanian. Sementara untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pertamina (persero) tercatat sebagai BUMN dengan serapan pinjaman luar negeri cukup tinggi dengan adanya proyek revitalisasi dan pembangunan kilang.
Di sisi lain, Bambang juga menjelaskan bahwa serapan pinjaman yang masih rendah lebih disebabkan oleh masih adanya pembebasan lahan dan pengadaan barang dan jasa. Sedangkan realisasi penyerapan pada kuartal kedua 2016 yang mencapai 33,3 persen tersebut sebagian besar disumbang oleh kinerja proyek Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPKE) atau Kredit Swasta Asing (KSA) sebesar 64,6 persen, Kreditor Multilateral sebesar 25 persen, dan Kreditor Bilateral sebesar 15,6 persen.
"Perbaikan berkelanjutan terhadap pengelolaan kegiatan Pinjaman atau Hibah Luar Negeri perlu terus diupayakan, untuk dapat memastikan manfaat proyek, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya, baik dari sisi perencanaan, persiapan pelaksanaan proyek, maupun penyelesaian permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan proyek," kata Bambang.