EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (persero) atau PLN terus mengejar target pembangunan pembangkit listrik yang menjadi bagian program 35 ribu Mega Watt (MW). Akhir 2016 ini, PLN mulai mengoperasikan tambahan delapan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) atau mobile power plant (MPP) dengan kapasitas 500 MW.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menjelaskan, dari delapan MPP yang telah dibangun, tujuh pembangkit di antaranya mulai beroperasi berturut-turut sejak Juli 2016 hingga November 2016. Sedangkan satu pembangkit sisanya mulai beroperasi pada Desember ini.
Suprateka menyebutkan, kedelapan pembangkit yang sudah beroperasi di antaranya adalah MPP Jeranjang-Lombok dengan kapasitas 2x25 MW, MPP Air Anyir-Bangka berkapasitas 2 x 25 MW, MPP Tarahan-Lampung berkapasitas 4 x 25 MW, dan MPP Nias yang memiliki kapasitas 1 x 25 MW. Sementara empat pembangkit lainnya adalah MPP Pontianak dengan kapasitas 4 x 25 MW, MPP Balai Pungut-Riau berkapasitas 3 x 25 MW, MPP Suge-Belitung (1 x 25 MW), dan terakhir MPP Paya Pasir Medan dengan kapasitas 3 x 25 MW yang baru masuk ke sistem kelistrikan Medan.
Pembangunan PLTG MPP ini dilakukan oleh anak usaha PLN yakni Bright PLN Batam. Sedangkan pelaksanaan proyek senilai lebih dari Rp 8 triliun ini, PLN menggandeng PT GE Operation Indonesia sebagai kontraktor utama dan PT Pembangunan Perumahan Tbk sebagai subkontraktor dalam proses konstruksinya. Beroperasinya kedelapan pembangkit teranyar ini diharapkan semakin mendekatkan PLN dengan target raihan rasio elektrifikasi sebesar 99,7 persen pada 2019 mendatang.
Sementara itu, Direktur Bisnis PLN Regional Sumatra Amir Rosidin menambahkan bahwa pembangunan proyek-proyek tersebut terbilang cepat dengan rata-rata penyelesaian hanya enam bulan sejak serah terima lahan dari PLN kepada PLN Batam. "Ini merupakan bukti komitmen PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik dan keandalan sistem,” kata Amir, melalui siaran persnya, Senin (12/12).
Amir menyebutkan, pemilihan lokasi-lokasi MPP tersebut didasarkan pada kondisi yang masih kekurangan pasokan listrik dan juga membutuhkan tambahan pasokan listrik dikarenakan tingginya pertumbuhan listrik di daerah tersebut. PLN menilai Mobile Power Plant merupakan solusi cepat dan tepat untuk menjawab tantangan di lapangan. “Teknologi pembangkit yang canggih, jangka waktu pembangunan yang cepat, pengoperasiannya yang ramah lingkungan, dan dapat dipindahkan ke lokasi manapun, merupakan kelebihan-kelebihan PLTG MPP 500 MW, sehingga pembangunan PLTG MPP ini merupakan pilihan tepat untuk mengatasi defisit daya dalam waktu singkat,” kata Amir.
Bersamaan dengan itu, PLN membangun pembangkit-pembangkit baru yang sifatnya fixed seperti PLTU. Sehingga nantinya apabila ada daerah lain yang membutuhkan maka pembangkit mobile ini dapat dengan mudah dipindahkan ke lokasi atau daerah yang masih sangat membutuhkan tambahan pasokan listrik. PLN juga menegaskan bahwa target pembangunan program 35 ribu MW tetap berada di jalurnya. Sebelumnya Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan bahwa realsiasi commercial operational date (COD) program 35 ribu MW baru mencapai 36 persen dair target kumulatif tahun 2016. Namun, PLN menjelaskan bahwa secara proyek, program 35 ribu MW terbagi ke dalam tiga kelompok yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG). Artinya, dalam kurun waktu 3 tahun hingga 2019 COD dari masing-masing kelompok ditargetkan tetap bisa rampung.