Kamis 15 Dec 2016 14:30 WIB

Konsumen Indonesia Mulai Beralih ke Pedagang Besar Dibandingkan Eceran

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
 Konsumen sedang belanja di toko ritel besar.
Foto: Dok. Alfamart
Konsumen sedang belanja di toko ritel besar.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pola distribusi perdagangan sejumlah komoditas strategis di Indonesia menunjukkan adanya perubahan. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ada kecenderungan konsumen kini lebih memilih membeli langsung produk komoditas strategis langsung ke pedagang besar dibanding membelinya dari pedagang eceran. Artinya, jalur atau rantai distribusi tahun ini terpangkas dibanding tahun lalu.

Komoditas beras misalnya, bila tahun 2015 lalu beras yang dijual dari pedagang eceran ke konsumen akhir sebanyak 90,89 persen dari total pasokan, maka tahun ini tercatat beras yang dijual dari pedagang eceran ke konsumen menurun menjadi 84,18 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, penurunan jumlah pasokan yang dijual dari pedagang eceran ke konsumen akhir disebabkan konsumen akhir sebagian mulai memilih membeli beras langsung ke pedagang besar atau agen.

Sebagai gambaran, bahkan jumlah penjualan dari agen ke pedagang eceran juga mengalami penurunan dibanding tahun lalu. "Jadi sekarang konsumen akhir juga beli langsung ke pedagang besar. Ada yang ke pasar induk Cipinang, Kramatjati, Lotte Mart, dan toko besar lain. Artinya akses konsumen akhir tak lagi andalkan ke pedagang eceran namun ke pedagang besar supaya harganya lebih murah," ujar Sasmito, Kamis (15/12).

Fenomena yang nyaris sama dengan komoditas beras juga terjadi untuk minyak goreng, telur ayam ras, dan gula pasir. Minyak goreng misalnya, saat ini hanya 37,62 persen pasokan yang dijual dari distributor ke pedagang eceran. Misalnya, distributor menjual ke pihak lainnya termasuk pedagang besar, restoran, dan konsumen akhir.

Sedangkan untuk gula pasir, saat ini hanya 68,71 persen pasokan yang dijual dari pedagang grosir ke pedagang eceran. Sisanya, pedagang grosir juga menjualnya langsung ke konsumen akhir.

"Contoh pola distribusi perdagangan minyak goreng, terpanjang ada di Jakarta. Dari produsen, jual ke distributor. Lalu menjual minyak goreng langsung ke pedagang eceran sebanyak 52 persen. Ini nggak lewat subdistributor atau agen. Namun ada juga ke pihak lain. Nah, pedagang eceran ini jual 75,91 persen ke konsumen rumah tangga," katanya.

Secara umum, fenomena ini menggambarkan bahwa persentase penjualan beras dengan pola umum perdagangan tahun ini lebih kecil dibanding tahun 2015. BPS juga merilis, potensi pola terpanjang distribusi perdagangan baik untuk beras, minyak goreng, gula pasir, dan telur ayam ras terjadi di DKI Jakarta.

Sementara itu, potensi pola terpendek untuk distribusi perdagangan komoditas beras dan telur ayam terjadi di Aceh, gula pasir di Jambi, dan distribusi minyak goreng terpendek dialami Bengkulu.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement