EKBIS.CO, JAKARTA -- Aturan terkait orang asing dapat memiliki hunian atau rumah tempat tinggal di Indonesia seperti termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2015 dinilai harus direvisi. Komisi V DPR RI mempertanyakan apa dasar hukumnya pembentukan PP tersebut.
"Kami juga ingatkan pemerintah agar substansi aturan kepemilikan properti oleh WNA tidak melanggar Undang-Undang," ujar anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo, Kamis (23/12) malam.
PP Nomor 103 Tahun 2015 tersebut mengatur tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Beleid tersebut mengatur bahwa warga asing berhak memiliki hak pakai properti di Indonesia selama 30 tahun yang bisa diperpanjang 20 tahun, dan ditambah lagi selama 30 tahun. Bahkan, beleid tersebut sudah ada aturan turunannya, yaitu Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2016.
Di sisi lain, Sigit mengatakan bahwa aturan atau payung hukum mengenai hunian orang asing di Indonesia berdasarkan dua undang-undang (UU), yaitu UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun tidak mengamanahkan PP tentang kepemilikan properti.
Meski demikian, pada UU Nomor 1 Tahun 2011 hanya mengatur hak pakai orang asing terhadap hunian atau rumah tempat tinggal, bukan hak milik. Hal itu sebagaimana termuat dalam pasal 52 UU Nomor 1 Tahun 2011, beserta penjelasan pasal 2 Huruf C.
"UU PKP dan Rusun tidak mengamanatkan pembentukan PP tentang kepemilikan properti. Lalu dasar hukum untuk membuka keran bagi WNA untuk memiliki properti di Indonesia itu apa," katanya.
Di sisi lain, UU Agraria Indonesia hanya memberikan hak kepemilikan berupa hak pakai. Pemerintah pun diminta jangan melanggar undang-undang.