EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah masih belum mampu mencari ilmu untuk menurunkan harga cabai yang masih tinggi. Bahkan di sejumlah daerah kenaikan harganya sangat drastis. Di Samarinda, misalnya, harga satu kilogram cabai di kota tersebut bisa mencapai Rp 200 ribu.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan, persoalan iklim di sentra produksi cabai memang sulit dikendalikan. Beberapa daerah seperti Samarinda dan Balikpapan yang harga cabainya sangat tinggi dikarenakan pasokan cabai tidak banyak.
"Di daerah yang secara khusus terjadi kelangkaan kami akan dorong agar pasokannya mencukupi. Tidak banyak memang jumlah (daerah)nya," kata Enggar dalam Rapat kerja nasional (rakernas) Kementerian Pertanian, Kamis (5/1).
Menurut Enggar, jika di beberapa daerah harganya melambung tinggi, di sejumlah sentral produksi dan daerah yang dekat dengan kawasan tersebut harganya masih terjangkau. Di Manado, misalnya, karena terdapat sentra produksi di Gorontalo maka harga cabai di Ibukota provinsi Sulawesi Utara tersebut terbilang aman dibandingkan kota yang harga cabainya sangat mahal.
Intensitas hujan yang ada di daerah sentral produksi cabai membuat jumlah cabai yang dipanen lebih sedikit dibandingkan ketika musim panas atau sedikit curah hujan. Disparitas harga pun dianggap wajar karena adanya jarak distribusi yang berbeda-beda setiap kota. Ketika daerah tersebut cukup jauh dari sentra produksi maka sudah pasti ada ongkos tambahan yang dimasukan dalam harga cabai yang dijual.
"Kalau disparitasnya ini tidak besar ya sudah, biarkan dulu. kalau tinggi sekali baru kita bantu," paparnya.
Enggar menjelaskan, karena cuaca yang kurang baik untuk cabai, para petani pun kerap enggan memetik hasil produksi mereka karena hasilnya tetap saja tidak bagus. Sedangkan untuk cabai yang telah dipetik mendapatkan kesulitan dari pendistibusian, karena ketika cabai kena hujan di perjalanan, maka komoditas tersebut akan berkurang nilainya karena bisa membusuk lebih cepat.