Ahad 08 Jan 2017 13:35 WIB
Kreatipreuneur

Geliat Industri Rotan dari Desa Trangsan

Red: Maman Sudiaman
Perajin menyelesaikan pembuatan kerajinan berbahan rotan di Sentra Industri Rotan Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Maulana Surya
Perajin menyelesaikan pembuatan kerajinan berbahan rotan di Sentra Industri Rotan Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah.

EKBIS.CO, Oleh: Andrian Saputra, ed: Yusuf Asshidiqi

Perajin bertekad menjadikan Trangsan sebagai lokasi wisata kerajinan rotan seperti di Cirebon.

Industri barang jadi rotan sempat mengalami keterpurukan di era 2000an. Ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa ekspor bahan baku atau rotan. Kala itu, banyak pengrajin barang jadi dari rotan di sejumlah wilayah terpaksa gulung tikar.

Sebab, selain karena kesulitan dalam mencari bahan baku, para perajin barang jadi rotan pun tak mampu bersaing dengan produk-produk berbahan dasar rotan dari Tiongkok. Desa Trangsan merupakan salah satu dari sekian banyak sentra industri barang jadi dari rotan yang ada di Nusantara.

Kampung ini tepatnya berada di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Dulu, kampung ini tak kalah terkenalnya dengan sejumlah wilayah di Cirebon, Jawa Barat, seperti Tegalwangi, Tegalsari, dan Plered yang memiliki sentra industri kerajinan barang jadi dari rotan.

Bahkan produk hasil perajin di Desa Trangsan sudah merambah ke sejumlah negara seperti Belanda, Jerman, Australia, dan Amerika Serikat. Hampir seluruh warga di Trangsan merupakan pengrajin rotan. Namun pasca kebijakan ekpor bahan bakurotan, banyak pengrajin beralih profesi.

Sehingga hanya tersisa sekitar 25 industri menengah barang jadi dari rotan yang masih eksis hingga saat ini. Belum lama ini, Republika menemui Haryanto, salah satu warga di Desa Trangsan. Dulunya ia adalah perajin rotan, namun kemudian memilih menekuni kerajinan barang jadi dari kayu.

“Setelah ada kebijakan ekspor bahan baku itu banyak pengrajin di kampung ini gulung tikar, banyak yang terlilit hutang dengan bank, akhirnya menjual tempat usaha sampai rumah-rumahnya. Sebagian ada yang pergi merantau, tapi saya pilih pindah saja ke kerajinan kayu” kata Haryanto.

Ia menceritakan ketika industri barang jadi rotan di Trangsan berjaya, setiap bulannya lebih dari 100 truk bermuatan barang jadi dari rotan seperti kursi, keranjang, dan suvenir lainnya dikirim dari Trangsan ke luar negeri. Perajin saat itu dapat meraup untung miliaran rupiah tiap tahunnya.

Pada 2012 lalu, melalui Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011, pemerintah mengeluarkan larangan ekspor bahan baku rotan. Namun menurut Haryanto kebijakan tersebut sudah sangat telat. Banyak perajin di Trangsang sudah gulung tikar. “Lalu ekspor dilarang tapi percuma, sudah telat, pengrajin di sini sudah bangkrut semua. Sebab di sini itu mengandalkan order khusus dari luar negri, tidak bersaing di lokal. Ketika ekpor bahan baku dibuka, benar-benar jatuh,” ujarnya.

Teknologi internet

Kendati demikian, perajin masih semangat untuk kembali membangkitkan geliat industri barang jadi dari rotan di Trangsan. Perajin bertekad untuk menjadikan Trangsan sebagai lokasi wisata kerajinan rotan seperti di Cirebon. Akhir bulan November tahun lalu, perajin menggelar kirab untuk membangkitkan gairah masyarakat kembali menekuni kerajinan dari rotan.

“Kami mulai membuat perkumpulan-perkumpulan, untuk berdiskusi mencari inovasi baru, ke depannya kami ingin ada pelatihan bagi anak-anak, terminal bahan baku, dan tak mengandalkan order dari luar negeri, itu arahnya,” katanya.

Sunarto (41 tahun), merupakan perajin yang masih eksis hingga saat ini. Ia meyakini industri kerajinan rotan di Desa Trangsan akan kembali berjaya seperti belasan tahun lalu. Meski saat ini, Sunarto hanya fokus memproduksi kerajinan rotan berupa kursi. Satu unit kursi rotan dibanderol dengan harga Rp 75 ribu.

“Saya yakin bisa maju lagi asal semua kompak, perajinnya terus mau belajar dan inovatif, dan juga terus didorong oleh pemerintah. Omzet dulu di atas Rp 1 miliar lebih setahun, sekarang bisa mencapai nominal itu tapi nilai tukarnya juga berbeda,” kata dia.

Untuk mewujudkan hal itu, Sunarto pun mulai memanfaatkan perkembangan teknologi internet untuk mempromosikan produknya. Ia memasarkan kerajinan rotan melalui website dan media sosial. Selain itu ia juga kerap mengikuti berbagai pameran kerajinan baik di sekitar Sukoharjo maupun wilayah lainnya.

Terpisah, Ketua Koperasi ‘Trangsan Manunggal Jaya’, Suparji, sebelumnya menyatakan produksi kerajinan mebel rotan di daerah sentral Desa Trangsan  tetap diminati konsumen mancanegara. Jumlah ekspor mebel rotan produksi asal Desa Trangsan, Sukoharjo rata-rata sekitar 60 hingga 70 kontainer per bulan ke mancanegara. "Industri mebel rotan asal Trangsan masih tetap diminta konsumen luar negeri, meski tidak seperti pada masa kejayaan pada sekitar 1990," kata Suparji.

Menurutnya, para perajin Trangsan Gatak pada masa kejayaan pada 1990, rata-rata mampu mengekspor ke luar negeri hingga 500 kontainer per bulan. Kendati demikian, pihaknya tetap yakin mebel rotan saat ini, mulai ada pertumbuhan atau mengalami peningkatan dibanding beberapa bulan yang lalu rata-rata ekspor hanya sekitar 50 kontainer per bulan.

Ia menuturkan produk mebel rotan asal Trangsan banyak diekspor ke Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa. Selain itu, para perajin hingga sekarang sudah tidak lagi mengalami kesulitan bahan baku, karena Desa Trangsan kini sudah dijadikan sentral rotan dan harganya lebih murah, sehingga mereka dapat lebih kreatif enovasi dan meningkatkan produksinya.

Menurut dia, sejak pemerintah melarang ekspor bahan baku mental rotan beberapa tahun ini, sangat menguntungkan pengrajin. Karena, Indonesia menjadi pemain tunggal menguasai rotan mentah untuk prosuksi kerajinan mebel di pasar global. "Tiongkok dahulu banyak diuntungkan mengolah bahan baku rotan asal Indonesia, saat rotan mentan belum dilarang. Tiongkok hampir menguasai pasar dunia mebel rotan," katanya.

Namun, perajin rotan asal Trangsan kini melakukan banyak inovasi desain produk, sehingga tetap diminati konsumen di pasar global. Bahkan, kata dia, produk kerajinan rotan di pasar lokal sekarang juga cukup menjanjikan banyak pelanggan yang datang sendiri melihat langsung proses produksi di showroom di Trangsan dijadikan desa wisata di Sukoharjo.

Begitu pula menurut Madimin (56) seorang pengrajin di Desa Trangsan, kerajinan rotan di Trangsan masih ekses hingga sekarang. Bahkan, perajin pada Lebaran beberapa waktu lalu banyak dibanjiri pesanan seperti keranjang parcel rotan dan mebel lainnya.

Pihaknya menerima pesanan keranjang parcel mencapai 8.000 hingga 10 ribu biji baik datang dari Semarang, Solo, hingga Yogyakarta. "Saya melihat konsumen mulai tertarik kembali dengan produk kerajinan rotan. Kami berharap kerajinan rotan mengalami pertumbuhan ke depan," kata dia.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement