EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mencari cara agar PT Freeport Indonesia tetap membangun pabrik pengolahan hasil tambang (smelter) tanpa melanggar undang-undang. Freeport satu-satunya perusahaan pemegang kontrak karya yang belum memiliki pabrik smelter.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), perusahaan pemegang kontrak karya harus membangun smelter dalam lima tahun. Peraturan Pemerintah yang berada di bawah payung UU Nomor 4 Tahun 2009 itu akan berakhir pada 11 Januari 2011.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustian (Kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan jika menilik dari peraturan itu, maka melewati batas ketentuan. Untuk itu PP tersebut akan direvisi.
"Ya itu tadi, kita kan harus mencari jalan bahwa Freeport nggak boleh berhenti. Harus tetap bekerja. Di sisi lain, pemerintah juga tidak melanggar ketentuan yang ada. Nah itu yang dibahas," katanya saat ditemui usai menghadiri Rapat Bersama sejumlah Menteri terkait di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (9/1).
Ia mengatakan pemerintah berupaya menjamin kegiatan pertambangan tidak terganggu. Berikutnya peraturan yang keluar nanti tidak melanggar undang-undang yang berlaku. Konsep ini akan dibahas bersama Presiden di rapat terbatas (Ratas) di Istana Negara.
"Yang mau diputuskan di Ratas apakah dengan PP ini cukup atau tidak. Sementara masih PP, Bahkan suratnya Menteri ESDM. Suratnya Menteri ESDM hanya lima kali diperpanjang. Batasnya sampai tanggal 12 Januari," tutur Putu.
Freeport sebenarnya telah memiliki pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur. Namun pabrik tersebut masih berskala kecil. "Kapasitasya kecil. Maka diharapkan Freeport mengekspansi itu. Jadi dalam rapat tadi juga diminta Freeport ada komitmen, kapan smelter itu diperluas. Dimana itu harus segera dilaporkan juga kepada pemerintah," tutur Putu.