EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Dunia menilai kebijakan pemerintah untuk kembali memperpanjang kelonggaran ekspor konsentrat sebagai langkah yang hati-hati. Kepala ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop mengatakan tujuan pemerintah untuk menaikkan nilai tambah dari mineral mentah menjadi mineral olahan merupakan hal yang harus dilakukan.
Hanya saja, kata dia, pemerintah dihadapkan pada suatu dilema untuk bisa memikat hati pengusaha sekaligus mengamankan penerimaan. Pemerintah, lanjut Ndiame, ingin secara tegas meminta kepada pemegang izin pertambangan untuk melakukan pengolahan mineral di dalam negeri tanpa menimbulkan ketakutan untuk berinvestasi.
Meski begitu, Ndiame mengaku bahwa pihaknya belum memiliki kajian mendalam terkait imbas dari kebijakan strategis ini terhadap iklim investasi di Indonesia. "Pemerintah memang alami hambatan untuk capai obyek (tujuan) tanpa harus menakuti sektor swasta. Isu ini belum kami lihat lebih dalam," ujar Ndiame di Jakarta, Selasa (17/1).
Pekan ini, PT Freeport Indonesia menyatakan akan patuh terhadap ketentuan pemerintah. Perusahaan tambang emas dan tembaga asal Amerika Serikat (AS) ini bersedian mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Perubahan status ini merupakan kunci bagi Freeport untuk mendapat perpanjangan ekpsor konsentrat.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku akan mengikuti kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait penetapan bea keluar. Pemerintah berencana akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait bea keluar untuk ekspor konsetrat.
Penetapan bea keluar sekaligus menjadi kompensasi pemegang IUP atau IUPK untuk membangun fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter.