EKBIS.CO, MELBOURNE -- Salah satu eksportir ternak hidup Australia mengatakan industri daging sapi Indonesia telah mengadakan pertemuan minggu ini dengan perwakilan dari sejumlah kedutaan besar Amerika Selatan, untuk membahas protokol perdagangan biosecurity.
Indonesia telah mengungkapkan minat membuka perdagangan ekspr ternak hidup dari berbagai negara di kawasan Amerika Selatan selama lebih dari satu dekade. Namun sampai saat ini, kesepakatan belum tercapai.
Tetapi, mengingat niat Pemerintah Indonesia untuk dapat menurunkan harga daging sapi dalam negeri, yang pernah juga memperbolehkan impor daging kerbau dari India di tahun 2016, maka ada spekulasi jika kesepakatan bisa dicapai dalam waktu dekat.
November lalu, Menteri Perdagangan RI Enggar Lukita menyampaikan kesediannya untuk membuka perdagangan. ABC Rural mendapatkan informasi sejumlah eksportir dari Brasil, Uruguay dan Kolombia akan berkunjung ke Indonesia pada bulan Maret mendatang, untuk bernegosiasi potensi jumlah dan harga impor.
Adanya penyakit mulut dan kuku di antara beberapa ternak dari negara-negara tersebut, menjadi kekhawatiran industri sapi Australia. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia telah mengubah undang-undang untuk mengizinkan impor daging dalam kemasan dan hewan ternak dari negara-negara yang terinfeksi penyakit kuku dan mulut.
Masalah penyakit kuku dan mulut ternak
Eksportir Ashley James, dari Frontier International mengatakan ia mendapatkan informasi bahwa pertemuan yang akan dilakukan nantinya adalah untuk bernegosiasi rencana ke depan berdagang dengan Amerika Selatan.
"Kami semua berpikir penyakit kuku dan mulut akan menjadi penghalang bagi negara-negara yang datang, tapi sepertinya mereka akan duduk bersama. Katanya, mereka dapat membeli sapi jantan sekitar 1,50 dolar Australia atau Rp 20 ribu per kilogram FAS. FAS atau free alongside adalah istilah bagi eksportir yang memiliki kewajiban mengirimkan hewannya ke pelabuhan yang ditentukan Indonesia," katanya.
"Saya mendengar beberapa dari eksportir Amerika Selatan menawarkan 2,50 dolar Australia CIF, sekitar Rp 33 ribu termasuk biaya, asuransi, dan pengiriman. Apakah ini bisa atau tidak dilakukan, saya tidak yakin. Jika mereka benar, kira-kira ini lebih murah hingga satu dolar AS, sekitar Rp 13.000 per kilogram [dari Australia]."
Jauhnya jarak pengiriman dari negara-negara Amerika Selatan akan memakan waktu 21-23 hari, dan tidak akan seketat peraturan Australia soal transportasi dan kesejahteraan hewan. Indonesia telah melakukan pengamatan kepada sejumlah pulau-pulau, sebagai kawasan karantina bagi sapi-sapi yang berasal dari negara-negara yang terinfeksi penyakit kuku dan mulut.
Ashley mengatakan persaingan yang kuat bisa membuat bisnis bagi eksportir Australia menjadi sulit. "Yang bisa kita lakukan adalah melanjutkan apa yang telah kami lakukan selama 20 tahun terakhir, yakni memasok [Indonesia] dengan sapi jenis Brahman yang bermutu tinggi, sehingga bisa menguntungkan bagi Indonesia," ujarnya.
"Kami adalah negara yang bersih dari penyakit dan mudah-mudahan ini bisa jadi nilai tambah. Kami akan tahu bagaimana kedepannya, dalam enam bulan ke depan," ujarnya.
Brasil dan Uruguay kini telah menjadi eksportir terbesar daging sapi ke Cina, melampaui Australia di tahun 2016. Biaya produksi yang rendah di negara-negara Amerika Selatan membuat daging sapi mereka menarik bagi importir di seluruh dunia.
Diterbitkan oleh Erwin Renaldi dari laporan berbahasa Inggris, yang bisa dibaca disini.