EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan menyatakan sebagian masyarakat relatif belum begitu memedulikan risiko terkait produk dan layanan jasa keuangan.
"Berdasarkan survei yang kami lakukan, pengetahuan masyarakat tentang risiko dari produk jasa keuangan hanya 36,25 persen, lebih rendah dibandingkan pengetahuan soal fitur dan manfaatnya yang masing-masing mencapai 84,16 persen dan 86,57 persen," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/1).
Rendahnya pengetahuan dan perhatian masyarakat terhadap risiko dari produk keuangan yang diambil, kata Kusumaningtuti, mengakibatkan masyarakat cenderung rentan terhadap tawaran produk, khususnya investasi, yang tidak jelas izinnya dan berpotensi merugikan.
Tingkat literasi keuangan pada 2016 mencapai 29,66 persen, meningkat dibandingkan 2013 sebesar 21,84 persen. Hal tersebut menunjukkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan produk dan jasa keuangan meningkat. Namun hal tersebut juga tidak menjamin masyarakat termakan rayuan investasi bodong. "Ternyata itu tidak memengaruhi pengambilan keputusan. Mereka masih percaya pada hal-hal yang tidak pasti, bahkan tidak begitu memedulikan soal keabsahan," ujar Kusumaningtuti. Ia menambahkan otoritas akan senantiasa memberikan edukasi dan mengingatkan masyarakat tentang pentingnya memerhatikan risiko berinvestasi, terutama di lembaga jasa keuangan yang tidak memiliki izin yang jelas.
Kepala Departemen Literasi Keuangan OJK Agus Sudiarto mengatakan, kenaikan indeks literasi keuangan tidak berarti dibarengi dengan penurunan keinginan masyarakat untuk berinvestasi di lembaga keuangan yang tidak jelas legalitasnya. "Kita tidak bisa menilai dengan kenaikan indeks litetasi, pemanfaatan masyarakat terkait investasi bodong itu berkurang," ujar Agus.
Baca juga: OJK Catat Kenaikan Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan