EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia mengajukan perubahan status dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) agar dapat mengekspor konsentrat. Akan tetapi, Freeport belum memenuhi persyaratan untuk perubahan status tersebut sehingga sejak 12 Januari 201 belum bisa ekspor.
Dalam PP Nomor 1 Tahun 2017, perusahaan pemegang kontrak karya wajib mengubah status menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) jika ingin mendapat kewenangan mengekspor konsentrat. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot mengungkapkan ada persyaratan yang belum dipenuhi perusahaan itu sehingga belum menjadi IUPK.
"Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) memang belum (disampaikan)," ujar Bambang di kantornya Jakarta, Kamis (2/2).
Ia enggan membicarakan lebih lanjut terkait proses setelah Freeport mengajukan RKAB. Ia menegaskan pemerintah akan memproses sesuai peraturan yang ditetapkan. "Nanti kita lihat. Jangan berandai-andai," kata Bambang.
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan berencana menerbitkan IUPK sementara untuk Freeport. Hal ini terkait perizinan perusahaan tersebut dalam mengekspor konsentrat. Jonan mengatakan IUPK sementara hanya berlaku tiga bulan hingga enam bulan. Jika dalam rentang waktu tersebut, Freeport belum mendapat IUPK tetap, maka izin ekspor dicabut.
Menurut Jonan penerbitan IUPK sementara untuk Freeport guna membantu perekonomian setempat. Hal ini terkait dengan banyaknya tenaga kerja yang bergantung pada kelancaran bisnis perusahaan asal Amerika Serikat itu.