EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berupaya mempersempit ketimpangan pengeluaran antara penduduk ekonomi bawah dan atas di Indonesia. Namun, upaya untuk mengurangi jarak ketimpangan inti dinilai tak selalu mudah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bahkan menyebutkan bahwa urusan ketimpangan ekonomi ini lebih rumit ketimbang persoalan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Gini rasio itu lebih rumit daripada pertumbuhan ekonomi. Kalau cuma oh itu karena kelompok bawah naik konsumsinya, iya itu menjelaskan sesuatu namun belum menjelaskan semua," kata Darmin, di Jakarta, Kamis (2/2).
Meski begitu, Darmin mengaku yakin secara bertahap ketimpangan ini bisa dikurangi secara bertahap. Apalagi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis rasio gini membaik, meski tipis, ke angka 0,394. Penurunan yang terjadi dua kali secara berturut-turut ini ia sebut sebagai upaya yang tak mudah.
"Padahal belasan tahun kita sulit (menekan ketimpangan). Kenapa dua kali berturut-turut bisa? Kita masih pelajari lebih dalam alasannya, tapi 40 persen kelompok berpendapatan terendah itu konsumsinya naik lebih tinggi dibanding, yang menengah dan bawah lebih baik dari yang atas," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebutkan, permasalahan ketimpangan ini sebetulnya tak hanya dialami oleh Indonesia. Dengan ketidakpastian global dan ekonomi yang melambat, negara-negara lain di dunia dihadapkan masalah berat untuk mengurangi ketimpangan antara kelompok ekonomi terbawah dan teratas.
"Negara lain pun menghadapi hal ini. Makanya ketimpangan menjadi fokus pemerintahan tahun ini, sejalan dengan menjaga inflasi dan mendorong pengembangan infrastruktur sehingga membuka lapangan pekerjaan," ujar Bambang.
(Baca juga: Pemerintah Fokus Tekan Ketimpangan Kaya Miskin Tahun Ini)
Peneliti senior Institute of Develompent for Economics and Finance (Indef) Eko Listianto menjelaskan bahwa penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk ini lebih disebabkan perlambatan konsumsi oleh penduduk dengan ekonomi teratas. Sementara pengeluaran oleh penduduk dengan ekonomi terbawah tumbuh tak begitu tinggi.
Menurut Eko, menurunnya pengeluaran penduduk ekonomi teratas disebabkan oleh harga komoditas yang sempat anjlok selama dua tahun belakangan. Meski sejak paruh kedua tahun 2016 lalu harga komoditas sempat merangkak naik, tetapi imbasnya belum begitu terasa. Tak hanya itu, Eko juga memandang bahwa sektor keuangan pada 2016 lalu tak "semoncer" tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari laju kredit yang tertahan di bawah 10 persen.
"Sehingga wajar saja kalau kemudian golongan atasnya turun sehingga menekan ketimpangan. Tetapi nanti harus dilihat upayanya jangan hanya market mechanism kayak gitu, namun harus karena kebijakan," kata Eko.