EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Peraturan Menteri di sektor ketenagalistrikan. Salah satunya Permen Nomor 10 ESDM tahun 2017 tentang pokok-pokok dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Dalam aturan itu, jika kontraktor terlambat membangun pembangkit maka akan menerima penalti.
Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman menerangkan terbitnya Permen ini agar ada kesetaraan risiko antara penjual dan pembeli listrik PLN. Peraturan juga memberi payung hukum agar pembangkit yang masuk sistem memenuhi keandalan.
"Secara kapasitas sebenarnya cukup, tapi nggak memenuhi keandalan jadi padam," ujarnya di kantor KESDM, Jakarta, Kamis (2/2).
Jarman mengungkapkan, Permen ini mengatur seluruh jenis pembangkit listrik termasuk panas bumi dan biomassa. Permen ini dibuat sesuai keptusan Mahkamah KOnstitusi pasal 10 ayat 2 dan pasal 11 ayat 1. "Di situ jelas bahwa perlu adanya penguasaan negara yang lebih jelas," ujarnya.
Dalam pengoperasian secara komersial (Commecial of Date/COD), jik PLN meminta waktu dimajukan, maka pengembang berhak dapat insentif. Sebab ketika waktu COD dipercepat, kontraktor membutuhkan tambahan biaya dalam memobilisasi. "Tapi kalau dia (kontraktor) terlambat, sesuai dengan kontrak ada penalti. Besaran tergantung beban yang ditanggung PLN karena kemunduran ini," tutur Jarman menjelaskan.
Dalam proyek tersebut, PLN wajib membeli listrik sesuai faktor ketersediaan. Sementara, pihak swasta wajib menyediakan energi sesuai kontrak. "Seandainya nggak bisa karena kesalahan IPP, maka penjual wajib bayar penalti sama PLN. penalti proporsional sesuai biaya yagg dikeluarkan PLN untuk menggantikan energi yang tidak dapat disalurkan," ujar Jarman.