Jumat 03 Feb 2017 11:01 WIB

Menteri Susi: Penurunan Rumah Tangga Nelayan Jadi Persoalan Terbesar

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Angga Indrawan
KRI Imam Bonjol (383) melakukan pemeriksaan kapal nelayan Han Tan Cou 19038 berbendera Cina yang memasuki perairan Indonesia di Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (17/6).
Foto: Antara/Dispen Koarmabar
KRI Imam Bonjol (383) melakukan pemeriksaan kapal nelayan Han Tan Cou 19038 berbendera Cina yang memasuki perairan Indonesia di Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (17/6).

EKBIS.CO, BANDUNG -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan kuliah umumnya di hadapan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (3/2). Ribuan mahasiswa memadati perkuliahan yang diadakan di Aula Barat ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung.

Dalam kuliah umumnya, Menteri Susi memaparkan permasalahan kelautan dan perikanan di Indonesia. Salah satunya pengambilan sumber daya alam berupa ikan laut oleh negara lain baik secara resmi ataupun ilegal. Hal ini dikatakan Susi menyebabkan kesejahteraan nelayan Indonesia berkurang. Akibatnya banyak nelayan yang beralih profesi padahal hasil ikan di Indonesia sangat melimpah.

"Persoalan perikanan terbesar kita rumah tangga nelayan turun dari menjadi hanya 800 ribu KK saja dari 1,6 juta KK. Itu hasil sensus sepuluh tahun terakhir," kata Susi di hadapan mahasiswa.

Menurutnya, para nelayan banyak yang beralih profesi menjadi buruh, tukang becak, hingga berpindah ke daerah lain yang dianggap lebih menjanjikan kehidupan yang layak. Sehingga meninggalkan pekejaannya menangkap ikan yang padahal potensinya sangat besar.

Hal tersebut dikatakan Susi diakibatkan aturan pemerintah yang membolehkan kapal asing masuk dan mengambil ikan di Indonesia. Sehingga para nelayan harus bersaing dalam mendapatkan ikan dengan pengusaha asing. "Tahun 2004 Indonesia mengeluarkan aturan yang membolehkan kapal asing masuk ke Indonesia, menangkap ikan di wilayah Indoensia. Dapat izin secara resmi," ujarnya.

Oleh karena itu, sejak menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi kemudian mengeluarkan moratorium untuk membatasi kapal asing yang boleh mengambil ikan di Indonesia. Meski dinilai diskriminatif, namun aturan ini dianggapnya untuk membangkitkan nelayan lokal.

"Saya bikin moratorium untuk kapal ikan asing. Pelarangan transitment yang mengunci kapal tidak bisa sembunyi-sembunyi lagi. Mendistribusikan ikan, mengganti ABK di tengah laut tidak boleh lagi," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement