EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mengakui kontribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi 2016 lalu mengalami penurunan. Sesuai catatan Badan Pusat Statistik, sumbangan konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2016 tumbuh negatif, yakni -0,15 persen. Sementara porsi konsumsi pemerintah dalam distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar, 9,45 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, salah satu faktor yang akhirnya membuat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2016 sedikit melambat adalah penerimaan pemerintah yang seret di tahun lalu. Apalagi, adanya shortfall penerimaan pajak membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memangkas anggaran dan menunda transfer ke daerah di kuartal kedua dan ketiga tahun lalu.
"Kalau Anda lihat, faktor apa yang negatif sebagai sumber dari pertumbuhan itu karena konsumsi pemerintah. Tapi paling tidak sasaran dari penurunannya itu boleh dikatakan masih oke sehingga pertumbuhan kita masih baik," ujar Darmin di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (6/2).
Namun, Darnin juga menambahkan bahwa paling tidak belanja modal pemerintah tidak berdiri sendiri lantaran perhitungannya bergabung dengan investasi. Dilihat dari investasi pun, Darmin menilai capaian pertumbuhan investasi dengan nilai 4,48 persen tidaklah terlaku buruk. Ia juga memandang bahwa pertumbuhan ekonomi tahunan dengan angka 5,02 persen tidak lah buruk di tengah pemangkasan anggaran dan dinamika ekonomi global yang bergejolak.
Darmin mengatakan, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 ini diyakini lebih "normal" dibanding tahun lalu. Apalagi dengan target penerimaan pajak yang dipasang lebih realistis. Pertumbuhan juga didukung dengan proyeksi kinerja ekspor impor yang akan membaik tahun ini, seiring dengan perbaikan harga komoditas. "Kalau melihat tendensinya, perbaikan ekspor ini akan berlanjut," ujar Darmin.
Selain itu Darmin juga mengatakan bahwa tantangan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 2017 ini adalah menjaga angka inflasi agar tak terlalu tinggi. Ia menilai bahwa inflasi yang bisa dijaga bisa mendorong daya beli masyarakat. Artinya, konsumsi rumah tangga bisa tetap dijaga, sementara konsumsi pemerintah diperbaiki di tahun ini. "Konsumsi rumah tangga di tahun 2016 juga masih bagus, di atas 5 persen kok," katanya.
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listianto menilai, anjloknya kontribusi dari konsumsi pemeirntah di tahun lalu memang menjadi catatan penting bagi pemerintah. Pertumbuhan konsumsi pemerintah yang tumbuh -0,15 di tahun lalu, kata Eko, merupakan imbas dari pemotongan anggaran yang dilakukan tak hanya sekali sepanjabg 2016.
"Jadi ya ini harga yang harus dibayar dari pertama perencanaan yang terlalu muluk-muluk terkait dengan penerimaan pajak," ujar Eko.
Ia merinci, tantangan pemerintah dalam mengajar pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1 persen adalah menjaga kinerja nilai tukar rupiah. Meski pada prinsipnya, Eko menilai bahwa kinerja kurs rupiah terimplikasi dari dinamika ekonomi global terutama oelh AS dan Cina.
Sedangkan tantangan kedua adalah menjaga daya beli masyarakat. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 ini masih akan didorong oleh konsumsi rumah tangga. Artinya, raihan pertumbuhan konsumsi masyarakat mau tak mau masih akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
"Kalau kegiatan ekonomi itu dia butuh stimulus di daya beli. Orang mau jualan kalau ada daya beli. Yang beli kan kalau pasarnya ga meningkat ya dia akan diam saja," ujarnya.
Catatan BPS, sumbangan terhadap distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2016 masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, kontribusi konsumsi rumah tangga di tahun 2016 mencapai 56,5 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding komponen lainnya, seperti investasi dengan porsi 32,57 persen, kinerja ekspor impor dengan sumbangan 19,08 persen, konsumsi pemerintah sebesar 9,45 persen.