EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani berharap PT Freeport Indonesia tidak buru-buru mengambil langkah menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Ia mengatakan, arbitrase harusnya menjadi opsi terakhir yang ditempuh menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kadin berharap jalan arbitrase jadi pilihan terakhir untuk kedua pihak karena itu akan memakan banyak waktu, tenaga, pikiran dan pendanaan," ujar Rosan di kantor Kementerian Perindustrian, Senin (20/2).
Ia meyakini pemerintah akan mengambil jalan tengah terbaik menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kontrak Freeport. Bos besar Freeport disebut-sebut berencana menggugat pemerintah Indonesia ke Mahkamah Arbitrase. Ancaman itu merupakan buntut dari persoalan kontrak perusahaan tambang yang beroperasi di Papua tersebut.
Kontrak Karya (KK) Freeport telah habis sejak 10 Februari 2017. Namun, untuk dapat memperpanjang kontrak tersebut, pemerintah menawarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti KK. Bagi pemerintah, IUPK lebih menguntungkan karena ada kewajiban divestasi sehingga saham mayoritas Freeport akan dimiliki pemerintah sehingga penguasaan kekayaan alam berada di tangan negara.
Freeport menolak tawaran IUPK yang disodorkan pemerintah tersebut. Freeport menilai IUPK tak memberikan kepastian karena nilai pajaknya bisa berubah mengikuti aturan yang berlaku, tak seperti KK yang pajaknya tetap.