EKBIS.CO, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah bersikap adil dalam menghadapi perselisihan soal kesepakatan status kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI). Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menjelaskan, pihaknya sudah menyampaikan pandangan dari kalangan pengusaha terkait masalah polemik PTFI ini kepada pemerintah.
Poin utama yang ia sampaikan adalah bagaimana kedua pihak bisa duduk bersama dan melakukan perundingan terkait bagaimana kelanjutan status kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Namun, Rosan juga meminta pemerintah tidak mengabaikan kontrak yang sudah diteken tahun 1991 yang lalu. Kontrak Karya (KK) yang dibuat dua dekade lalu, menurutnya, tetap harus ditaati oleh pemerintah. Seperti diketahui, dalam KK tersebut memberikan jaminan operasional bagi Freeport hingga 2021.
"Apa yang sudah ada dalam kontrak, harus dipatuhi kedua pihak. Kalau ada salah satu tidak sesuai dengan yang disepekati, it's wrong signal (sinyal yang salah)," kata Rosan di Gedung Mar'ie Muhammad Kantor Pusat Ditjen Pajak, Selasa (21/2).
Rosan juga menyatakan bahwa arbitrase yang diwacanakan oleh PTFI sebetulnya bukan solusi yang terbaik. Alasannya, arbitrase akan memakan biaya yang tak sedikit, belum lagi tenaga dan pikiran kedua pihak baik pemerintah dan PTFI sendiri. "Dan tidak ada jaminan siapa yang menang dan kalah," katanya.
Menurutnya, dalam menjalankan proses bisnis mesti ada take and give. Sementara terkait dengan lalainya Freeport dalam membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter di Indonesia, Rosan menilai lebih baik pemerintah berikan sanksi. Artinya, sanksi ini yang bersifat memberikan efek jera tanpa harus melanggar kontrak yang sudah disepakati.
"Ada aturannya sanksinya apa. Patokannya kontrak harus dihormati kedua belah pihak," katanya.