Selasa 28 Feb 2017 11:31 WIB

Data Nasabah Program tanpa Uang Tunai di India Bocor

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
transaksi online
transaksi online

EKBIS.CO, NEW DELHI -- Shivam Shankar Singh, seorang manajer kampanye pemungutan suara untuk Partai Janata Bharatiya di Manipur menerima kejadian mengejutkan. Ia menerima surat elektronik dari Departemen Pemerintah India, nama, nomor telepon selular, dan rekening bank juga kode transfer uang dan investasi yang dilakukan di peternakan sapi perah. Namun tak satupun rincian tersebut miliknya.

"Itu mengejutkan saya," ujar Singh yang mengunggah insiden tersebut di Twitter.

Dilansir dari Bloomberg, surel yang berisi rincian tersebut kemudian ia serahkan untuk mengetahui data sebenarnya. Diketahui, transkasi tersebut merupakan milik seseorang dari negara bagian timur Bihar. Singh pun mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera tapi tidak berhasil.

"Rasanya seperti identitas palsu dibuat dengan menggunakan e-mail saya untuk manfaat dari pemerintah," katanya. Ia menilai itu merupakan kesalahan. "Tapi saya yakin tidak ada yang mau semua informasi pribadinya bocor ke orang asing dan ini terjad pada saat pemerintah ingin cashless, India digital," ujarnya.

Entitas negara yang mengurus data pribadi mengatakan tidak ada informasi yang bocor dari sistem tersebut meski tetap dilakukan penyelidkan terhadap masalah tersebut. Apapun kondisinya, kejadian ini menimbulkan pertanyaan baru terkait identifikasi otoritas India yang lebih dikenal sebagai Aadhar atau 'Dasar' dalam bahasa Hindi.

Aadhaar diciptakan pada 2009 untuk mengidentifikasi warga negara dan memastikan mereka menerima manfaat negara dalam rekening bank mereka. Aadhaar semakin menjadi perhatian di tengah keinginan Perdana Menteri Narendra Modi untuk menciptakan masyarakat tanpa uang tunai di negaranya.

November lalu ia 'menghilangkan' 86 persen dari mata uang India untuk mengekang penimbungan kas ilegal, mendesak warga untuk mendaftarkan diri. Dengan 12 digit yng diberikan kepada pengguna, Aadhaar adalah kunci untuk rencana Modi beralih ke transaksi online.

Rupanya ini adalah masalah yang juga dihadapi negara-negara lain di dunia. Inggris mengumumkan pada 2010, rencana mendaftarkan identitas nasional cukup alot karena dinggap melanggar kebebasan sipil. Prancis memperdebatkan mega database untuk rincian biometrik warga. Sementara menurut Federal Trade Comission AS keluhan pencurian identitas adalah masalah kedua paling banyak dilaporkan pada 2015, meningkat lebih dari 47 persen dari tahun sebelumnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement