EKBIS.CO, TIMIKA -- Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Papua, melaporkan hingga akhir pekan lalu, 70 pekerja asing yang bekerja di PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan subkontraktornya sudah kembali ke negara asalnya. Kepala Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi pada Kantor Imigrasi Tembagapura Mochammad Dede Sulaiman mengatakan hingga kini baru empat perusahaan yang telah melaporkan kepulangan pekerja asingnya. Empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia, PT Redpath, PT RUC, dan PT JDA.
"Pekerja asing PT Freeport yang sudah pulang sebanyak 23 orang ditambah anggota keluarga mereka 52 orang, PT Redpath sebanyak 31 orang, PT RUC sebanyak 11 orang dan PT JDA sebanyak lima orang," kata Dede di Timika, Selasa (28/2).
Imigrasi Tembagapura telah meminta PT Freeport Indonesia dan perusahaan-perusahaan sub kontraktornya untuk melaporkan jumlah pengurangan tenaga kerja asing sekaligus mengembalikan dokumen (FO) bagi pekerja asing yang sudah tidak dipekerjakan lagi. "Kami sudah melakukan pertemuan dengan perwakilan manajemen PT Freeport dan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport untuk melaporkan hal itu," ujarnya.
Dede mengatakan dengan telah dipulangkannya puluhan pekerja asing di Freeport maka jumlah pekerja asing yang berdomisili di Kabupaten Mimika kini semakin berkurang. Pada awal 2017, jumlah pekerja asing di Mimika sebanyak 712 orang.
Menurut dia, pihak perusahaan sponsor yang menampung para pekerja asing wajib melaporkan ke Kantor Imigrasi jika pekerja asing tersebut diputus kontraknya. "Kalau kontrak pekerja asing itu diputus maka sponsor harus mengembalikan dokumen sebab tanggung jawab perusahaan sponsor terhadap yang bersangkutan sudah selesai. Kepada yang bersangkutan diberikan waktu selama tujuh hari setelah mengembalikan dokumen ke Kantor Imigrasi untuk segera meninggalkan wilayah Indonesia," kata Dede.
Adapun pekerja asing yang bekerja di PT Freeport Indonesia, kata dia, tidak diberhentikan atau pemutusan hubungan kerja/PHK oleh perusahaan tempat mereka bekerja. "Mereka cuma dirumahkan saja sekalipun izin tinggalnya masih ada. Mereka disuruh menunggu. Apabila sudah ada kesepakatan antara pemerintah dengan pihak Freeport, sewaktu-waktu mereka bisa dipanggil kembali. Itu informasi yang kami terima dari PT Freeport," kata Dede.
Kepulangan puluhan pekerja asing di lingkungan PT Freeport tersebut sejak pertengahan Februari dipicu oleh belum tercapainya kesepakatan antara pemerintah dengan pihak Freeport terhadap kelanjutan operasi pertambangan perusahaan asal Amerika Serikat itu di Tembagapura, Timika, Papua.
Pihak Freeport mengotot tidak mengikuti kebijakan pemerintah untuk mengubah kontrak karyanya yang ditandatangani sejak 1991 ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Buntut dari permasalahan tersebut, pemerintah tidak lagi memberikan izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport sejak 12 Januari 2017.
Kondisi itu mengakibatkan Freeport menghentikan seluruh operasi pertambangannya sejak 10 Februari 2017. Tidak itu saja, PT Freeport dan sejumlah perusahaan sub kontraktornya kini mulai melakukan PHK dan merumahkan lebih dari 1.000 karyawan.