EKBIS.CO, JAKARTA - Organasiasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan, terutama untuk memberikan pilihan sumber protein bagi masyarakat miskin. FAO juga mendesak pemerintah untuk tetap menjaga raihan swasembada beras pada 2016 lalu, melalui program nasional UPSUS (Upaya Khusus) untuk sejumlah komoditas pertanian, khususnya padi dan jagung.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan di tahun 2016 lalu Indonesia bisa menekan angka impor beberapa komoditas strategis seperti beras medium, cabai segar, dan bawang merah untuk konsumsi. Kementerian Pertanian juga mencatat adanya penurunan impor jagung hingga 66,6 persen.
Amran menambahkan, FAO secara khusus menyampaikan ketertarikannya untuk mengaplikasikan metode Upsus untuk masing-masing komoditas pertanian. Sejak 2013, FAO ikut terlibat dalam konservasi lahan pangan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk 6 ribu hektare lahan.
Ia menjelaskan, kedua daerah tersebut dipilih lantaran wilayah timur Indonesia dikenal memiliki lahan kritis akibat iklim yang relatif lebih kering dibanding Indonesia bagian barat. Kondisi tersebut membuat pemerintah harus memutar otak agar kecukupan pangan bagi masyarakat di NTT dan NTB bisa dijaga. Salah satu caranya dengan menerapkan Upsus dan Konservasi lahan di kedua daerah tersebut.
FAO mencatat, produktivitas lahan untuk komoditas jagung dari hasil konservasi lahan dan upsus di NTT dan NTB sebanyak 4,5 ton per hektare. Angka ini meningkat dari produktivitas lahan sebelum dilakukan Upsus dan konservasi lahan, sebesar 2 ton per hektare. Sedangkan catatan Kementerian Pertanian, produksi jagung saat ini mencapai 7 hingga 8 ton per hektare untuk skala nasional.
"Sinergi dilakukan untuk semua. Upsus kan bagus. Mereka program juga bagus. Dia punya konservasi. Gimana supaya evaporasi tidak cepat sehingga bisa tanam dua kali," ujar Amran usai melakukan pertemuan dengan FAO di Hotel Mulia Senayan, Ahad (12/3).
Selain jagung, kerja sama yang dijalin antara pemerintah dan FAO adalah pengembangan beras organik. Pemerintah menargetkan untuk menambah kapasitas ekspor beras organik sebanyak 60 ton pada tahun 2017 ini. Negara utama tujuan ekspor beras organik adalah Belgia dan AS. Pasar beras organik juga akan diperluas ke Malaysia pada tahun ini.
"Jadi ke depan mereka sampaikan sesuai dengan program kita adalah program organic rice kami kembangkan dan mereka setuju bahwa masa depan pertanian ada di pertanian organik," ujar Amran.
Sementara itu, Asisten Direktur Jenderal FAO untuk Asia Pasifik Kundhavi Kadiresan menilai bahwa upaya pemerintah untuk menekan impor beras dan komoditas pangan lain selama tahun 2016. Namun di samping semua capaian yang ada, ia meminta pemerintah Indonesia untuk fokus kepada pengembangan pertanian yang berkelanjutan. FAO, lanjutnya, menaruh perhatian besar terhadap pertanian organik khususnya beras.
"Kami juga akan ikut mendampingi sampai bisnis ini menjadi scale up. Mengapa milih organic? Food safety. Orang sekarang tak lagi ingin pestisida. Orang ingin good healthy food. Jadi pertanian organik akan menjadi pasar yang besar," ujar Kadiresan.