EKBIS.CO, JAKARTA -- Manajemen BUMN Industri Strategis termasuk PT Dirgantara Indonesia (Persero) dinilai harus dibenahi untuk menjamin kesiapan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan alutsista terutama pesanan luar negeri, termasuk dari tiga matra TNI. "Semua BUMN Industri Strategis, termasuk Dirgantara Indonesia harus didorong agar membenahi manajemen, teknologi, SDM sehingga mampu meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan alutsista dalam waktu yang tepat," kata Anggota Komisi I DPR RI Andreas Hugo Pereira, di Jakarta, Selasa (14/3).
Menurut Andreas, dari aspek pertahanan PTDI dan BUMN Industri Strategis lainnya harus mampu memenuhi peralatan persenjataan TNI AL, TNI AU dan TNI AD, karena negara tidak bisa istirahat dalam menjaga pertahanan NKRI. Selain itu dengan memperbaiki berbagai aspek tersebut, PTDI diharapkan tidak hanya memasok kebutuhan alutsista TNI, tetapi juga sekaligus mendapat keuntungan ekonomi dari penjualan produksi di dalam maupun ke luar negeri. "Kita harus punya keingingan kuat agar tidak lagi tergantung kepada produsen alutsista asing," ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah kalangan menyoroti PT Dirgantara Indonesia terkait dengan keterlambatan pengiriman pesawat pesanan dari beberapa negara yang mengakibatkan perusahaan terkena denda sekitar Rp 222,56 miliar.
Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno mengatakan, bahwa keterlambatan pengiriman terjadi pada tahun 1998 sampai dengan 2008. "Keterlambatan lebih karena pengadaan komponen dan mesin pesawat yang datang terlambat. Jadi tidak sepenuhnya kesalahan PT DI," ujarnya.
Ia menambahkan, memang ada pesanan helikopter dari tiga negara, antara lain Filipina dan Thailand yang terlambat pengirimanya. Namun denda bisa tidak terjadi, jika antara PTDI dengan pihak pemesan melakukan perundingan, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Untuk mengantisipasi agar persoalan keterlambatan tidak lagi terjadi, Harry mengatakan, manajemen PT DI antara lain harus membuat perencanaan kontrak jangka panjang dalam lima tahun. "Perusahaan bisa membeli terlebih dahulu mesin-mesin pesawat yang diperkirakan akan dipesan operator dalam kontrak multi years," ujarnya.