EKBIS.CO, KUALA LUMPUR -- Kementerian Pariwisata Republik Indonesia (Kemenpar RI) menyebutkan industri halal kini berkembang sangat cepat. Hanya saja Indonesia dinilai agak telat mengelola sektor industri halal.
"Kalau dulu itu industri halal terbatas pada makanan dan minuman, tapi pada tahun 70 sampai 75 berevolusi juga ke sektor keuangan sejalan dengan booming-nya industri minyak," ujar Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara I Gde Pitana, Kamis, (6/4).
Ia menjelaskan, para pengusaha minyak dari Timur Tengah yang memiliki banyak uang kemudian menaruh uangnya di bank Inggris, namun tidak mengambil bunganya karena haram. "Maka akhirnya Raja Faisal mendirikan IDB. Sejak saat itu mulai banyak perbankan syariah," katanya.
Selanjutnya pada 2000-an gaya hidup meningkat, termasuk pariwisata. Bahkan berdasarkan data Thompson Reuters, umat Muslim merupakan konsumer terbesar di dunia untuk enam sektor meliputi makanan, fashion, obat-obatan, serta kosmetik. Sehingga market share sektor riil itu lebih besar daripada sektor keuangan.
I Gde mengatakan, keuangan syariah secara global memiliki market share hanya sekitar 1 persen. Sedangkan sektor riil di atas masing-masing 12 persen. Kemudian untuk makanan mencapai 17 sampai 18 persen.
"Dalam kerangka itu Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar sebenarnya agak terlambat untuk songsong pariwisata halal ini," ujarnya.
Ia menambahkan, Thailand bahkan sudah mulai mengelola industri halal sejak 1994 dengan mendirikan halal centre. Di Hotel Phuket Thailand juga sudah tersedia tempat spa bersertifikat halal.
Maka, tahun ini Kemenpar akan mulak menggenjot sektor halal secara lebih serius. Salah satunya dengan membentuk Tim Percepatan Halal demi mendukung target Indonesia menarik 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada 2019.