EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau (BNI) mengalami peningkatan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) Gross di Kuartal I 2017 menjadi 3,0 persen, naik dibandingkan dengan NPL tahun lalu diperiode yang sama tahun lalu yang sebesar 2,8 persen.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengungkapkan, kenaikan rasio NPL pada awal tahun ini disebabkan oleh salah satu debitur yang sejak tahun lalu sudah dilakukan restrukturisasi tapi masih gagal. Perusahaan tersebut yakni PT Trikomsel Oke yang berutang sebesar Rp 1,3 triliun.
"Kenaikan NPL ini dari nasabah lama yang tahun lalu kita restrukturisasi tapi ada yang gagal. Penyumbang NPL terbesar itu Trikomsel jumlahnya Rp 1,3 triliun," ujar Baiquni dalam paparan kinerja BNI Kuartal I 2017 di kantor pusat BNI, Jakarta, Rabu (12/4).
Meskipun NPL Gross meningkat di Kuartal I 2017, namun untuk NPL nett mengalami penurunan yakni menjadi 0,6 persen. Pada periode yang sama tahun lalu NPL nett perseroan yakni sebesar 0,9 persen. Ke depan, perseroan akan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kreditnya.
Direktur BNI Putrama Wahju Setyawan menambahkan, untuk mengatasi kenaikan NPL gross karena Trikomsel ini, perseroan sudah membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sejak 2016 lalu.
"Secara beban rugi laba sudah dibuat CKPN tapi akan tetap membebani rasio NPL. Ini terutama disebabkan oleh Trikomsel, dia berada di bawah mekanisme pailit," ujarnya.
Menurut Putrama, untuk Trikomsel ini, perseroan telah melakukan pencadangan yang cukup. CKPN perseroan dinaikkan menjadi 147 persen, dibandingkan tahun lalu yang sebesar 142 persen.
Tercatat pada Februari 2017, jumlah CKPN yang dialokasikan 10 bank besar termasuk Bank BNI tercatat sebesar Rp113,5 triliun atau naik hingga 33,8 persen year on year (yoy). Namun, kenaikan CKPN pada Februari 2017 ini lebih rendah dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 34 persen yoy.
Sementara itu, pada kuartal I 2017, BNI membukukan kredit sebesar Rp 396,52 triliun atau tumbuh 21,4 persen yoy dari tahun lalu yang sebesar Rp 326,74 triliun. Pada tahun ini, perseroan akan fokus mendorong penyaluran kredit ke sektor infrastruktur.