EKBIS.CO, JAKARTA -- Industri tekstil dalam negeri menargetkan surplus 5 miliar dolar AS hingga akhir 2017. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, target itu meningkat dari capaian 2016 yang hanya 4,6 miliar dolar AS.
Ia optimistis target surplus yang ditetapkan hingga akhir tahun mendatang dapat tercapai mengingat adanya peningkatan permintaan dari pasar ekspor yang signifikan di kuartal pertama 2017. "Ada surplus 1,29 miliar dolar AS dari ekspor di kuartal satu," ujarnya, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/4).
Ade menyebut, peningkatan ekspor berasal dari pasar utama produk tekstil asal Indonesia, yakni Amerika Serikat dan Eropa. Ia memandang hal ini sebagai capaian yang sangat positif mengingat Indonesia tidak memiliki akses spesial perdagangan di dua benua tersebut. "Kita tidak punya fasilitas bea masuk nol persen, tapi ekspor bisa meningkat," ujarnya.
Ade berpandangan, faktor utama yang mendorong permintaan ekspor yakni karena adanya peningkatan daya saing produk tekstil Indonesia. Ia memaparkan, dalam dua tahun terakhir ada penambahan investasi pabrik tekstil di Jawa Tengah yang membuat produksi meningkat. Hal itu juga didukung oleh sejumlah faktor lain seperti berkurangnya waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan, meningkatnya jumlah operator garmen hasil pendidikan vokasi, hingga insentif yang diberikan Kementerian Keuangan. "Ini membuat waktu pembuatan dan pengiriman barang jadi lebih pendek," kata Ade.
Menurutnya, selama ini produk tekstil Indonesia kurang kompetitif dibanding produk milik negara pesaing terberat yakni India, Vietnam, dan Bangladesh. Ade menyebut, hal itu karena secara geografis, posisi Indonesia paling jauh untuk menuju negara tujuan ekspor tekstil terbesar di dunia, yakni Amerika dan Eropa.