EKBIS.CO, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyebutkan kondisi serta stabilitas sistem keuangan pada kuartal pertama 2017 ini dalan kondisi normal. KSSK sebelumnya melakukan pemantauan atas perkembangan moneter, fiskal, makroprudensial, sistem pembayaran, pasar modal, pasar Surat Berharga Negara (SBN), perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan penjaminan keuangan.
Menurut komite yang terdiri dari pimpinan empat instansi (Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan) tersebut, kondisi stabilitas keuangan yang relatif baik ditopang oleh tingkat inflasi yang terjaga, tingkat permodalan dan likuiditas perbankan yang mulai menunjukkan peningkatan, dan risiko industri perbankan yang terkendali. Ketua KSSK sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, kondisi yang 'normal' juga didukung oleh nilai tukar rupiah yang masih terjaga dan kinerja SBN yang berada dalam rentang normal dan penguatan pada pasar saham.
Selain dari faktor internal, keyakinan KSSK terkaitnya terkendalinya stabilitas sistem keuangan nasional juga berasal dari luar. Sri memproyeksikan, stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga baik seiring dengan optimisme Dana Moneter Internasional (IMF) yang merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi global, ke angka 3,5 persen untuk 2017 dan 3,6 persen pada 2018. Faktor eksternal yang membangkitkan optimisme pasar juga berasal dari meredanya kekhawatiran atas tekanan politik di Uni Eropa pascapemilihan Presiden Prancis tahap pertama.
"Namun kami masih melihat potensi risiko baik eksternal maupun domestik yang perlu dicermati," ujar Sri dalam konferensi pers di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Kamis (27/4).
Sejumlah risiko yang masih membayangi stabilitas sistem keuangan nasional di antaranya adalah perkembangan kebijakan perdagangan global oleh Amerika Serikat (AS) yang dianggap proteksioni. Selain itu, Sri menyebutkan bahwa KSSK tetap memantau rencana kebijakan perpajakan AS yang diyakini bakal menyumbang gejolak ekonomi global. Sri menilai gonjang-ganjing kebijakan ekonomi AS ini bisa berpengaruh terhadap iklim investasi global. "Risiko juga datang dari peningkatan tekanan geopolitik global terutama tensi dengan Korea Utara yang tak bisa diprediksi," katanya.
Dari dalam negeri, sejumlah risiko juga mengintai stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sri menyebutkan, perkembangan kredit yang disalurkan perbankan dan industri keuangan nonbank menjadi salah satu fokus utama KSSK. Selain itu, pengamatan oleh KSSK juga dilakukan untuk aliran dana investor non residen, dampak perubahan administered prices atau harga yang diatur pemerintah terhadap inflasi, serta ekspansi korporasi dan perbankan yang masih bisa didorong.
Sri melanjutkan, komite juga mengawasi perkembangan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama gerak rentang defisit fiskal yang ada. Defisit fiskal sendiri dijaga tidak melebihi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang sebesar Rp 12.600 triliun.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, komite juga melakukan penilaian atas subprotokol moneter dan nilai tukar yang menunjukkan adanya penurunan tekanan terhadap kurs rupiah. Hal ini sejalan dengan terbatasnya imbas kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dan peningkatan harga komoditas sejak kuartal keempat tahun lalu.
BI mencatat, rupiah bergerak stabil dengan kecenderungan menguat sepanjang kuartal pertama 2017. Apresiasi nilai tukar rupiah tercatat sebesar 1,09 persen, menguat dari Rp 13.473 menjadi Rp 13.326 terhadap dolar AS. Tren apresiasi rupiah ini, menurut Agus, disebabkan oleh sentimen positif pelaku pasar atas membaiknya perekonomian global. "Dari domestik, dinamika rupiah, sentimen positif atas opimsime perekonomian domestik termasuk peningkatan posisi cadangan devisa. Tekanan pasar keuangan terjaga di area stabil dan nornal," ujar Agus.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menjelaskan, kondisi sistem keuangan yang normal dalam kuartal pertama tahun ini menujukkan adanya perbaikan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Muliaman mengungkapkan, capital inflow ke pasar modal mengalir cukup deras dalam beberapa hari ini yang menaikkan IHSG. Selain itu, rasio kecukupan modal (CAR) tercatat 23 persen, di mana angka ini diyakini masih cukup solid untuk menyerap volatilitas yang ada. OJK juga mencatat, pertumbuhan kredit hingga Maret 2017 tercatat sebesar 9,2 persen, naik dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 8,7 persen.
"Dibandingkan dengan tahun lalu gerakan kredit sudah menggeliat di awal tahun ini. Tahun lalu baru menggeliat di pertengahan tahun. Kegiatan intermediasi sudah berjalan," katanya.