EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian BUMN menargetkan pembentukan perusahaan induk atau holding perusahaan negara sektor migas akan selesai dibentuk. Deputi Bidang Energi, Minyak dan Gas serta Infrastruktur BUMN, Edwin Hidayat Abdullah mengakui memang ada kemoloran dalam implemnetasi rencana holding ini. Rencana yang sudah dicanangkan sejak 2016 ini dinilai masih terkendala dalam pembahasan di DPR.
Edwin mengatakan, pihaknya masih terus berkomunikasi dengan pihak DPR untuk segera menyelesaikan peraturan pemerintah terkait holding migas.
"Saya harap sih semester satu ini bisa selesai. Tapi paling lambat ya tahun ini bisa selesai lah," ujar Edwin saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (27/4).
Menurutnya, sampai saat ini pihak Kementerian BUMN dengan DPR sudah beberapa kali melakukan pertemuan untuk membahas holding BUMN. Secara visi misi, dia menilai sudah satu suara, yaitu membuat BUMN menjadi lebih besar dan lebih kuat. Namun, dalam sisi mekanisme dan tata cara penggabungan masih menjadi pembahasan.
"Tata cara tentang apakah ini perlu persetujuan DPR atau bagaimana. Mekanismenya masih kita bahas," ujar Edwin.
Di satu sisi, Edwin mengatakan draft PP Holding Migas saat ini masih diputar dari Kementerian ke Kementerian terkait untuk bisa dikomunikasikan. Saat ini kementerian terkait baik Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM masih terus berkordinasi dengan Kementerian BUMN.
"Holding masih ada beberapa proses yang harus kita lalui. Sementara kajian secara komersial dan hukum sudah siap. dan sekarang sedang berproses secara legal administratif. Mungkin dikomunikasi antara pimpinan kami dengan Kemenkeu dan beberapa pihak," ujar Edwin.
Pembentukan perusahaan induk BUMN sektor migas tersebut rencananya akan menyatukan anak perusahaan Pertamina, Pertagas dengan PGN. Direktur Utama PT Pertagas, Yenni Andayani mengatakan meski PP holding migas belum terbentuk pihaknya bersama PGN sudah melakukan beberapa kerja sama dan sinergi untuk memastikan ketersediaan gas untuk masyarakat.
Saat ini sudah ada beberapa proyek yang dilakukan secara bersama antara Pertamina dan PGN. Salah satu contoh kerja sama tersebut antara lain pembangunan pipa di Duri hingga Dumai. Menurut Yenni, kerja sama ini bermula dari tingginya harga gas yang ada di Sumatera Utara.
Yenni mengatakan tingginya harga gas di Sumatera Utara membuat Pertamina dan PGN harus bisa bersinergi sehingga harga gas bisa ditekan karena komponen biaya penyaluran gas bisa ditanggung oleh Pertamina dan PGN. Jika sebelumnya harga gas di Sumatera Utara sebesar 12 dolar per MMBTU maka setelah ada kerja sama dan sinergi harga gas bisa ditekan hingga 9 dolar per MMBTU.
"Alhamdulillah kami telah menyelesaikan kesepakatan yang diperlukan supaya bisa segera melakukan kegiatan fisik. Ini penting karena ada kebutuhan pasar yang tidak bisa kita abaikan, tapi dari pemasok juga sudah ready," ujar Yenni di Kantor Kementerian BUMN, Kamis (27/4).
Yenni mengatakan di satu sisi ada banyak potensi kerja sama yang bisa dilakukan antara Pertamina dan PGN. Selain membuat jalur pipa gas di Sumatera Utara, hal yang sama dilakukan di Region Jawa Barat dan Jawa Timur.
"Pertamina dan PGN sudah buat mapping di pasar di mana sinergi ini bisa ditingkatkan seperti di Medan, di mana PGN menguasai jaringan distribusi sementara Peratmina di pipa transmisi," ujar Yenni.
Keuntungan lainnya dari kerja sama kedua belah pihak ini adalah Pertamina dan PGN bisa memberikan jaminan ketersediaan gas. Keduanya saat ini fokus untuk melakukan pembangunan infrastruktur gas sehingga bisa menjamin ketersediaan gas.