Selasa 02 May 2017 22:15 WIB

Freeport Tanggapi Karyawannya yang Mogok Kerja Sebulan

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport Indonesia (PTFI) berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Timika, Papua, Kamis (20/4).
Foto: Antara
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport Indonesia (PTFI) berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Timika, Papua, Kamis (20/4).

EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia (PTFI) merespons aksi mogok karyawannya yang terhitung sejak kemarin hingga satu bulan ke depan. Juru bicara PTFI Riza Pratama mengatakan tindakan pekerja perusahaan tambang tersebut tidak beralasan.

"Menurut kami mogok mereka itu tidak ada dasarnya," kata Riza saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Selasa (2/5).

Ia memahami aksi tersebut lahir lantaran kebijakan PTFI merumahkan karyawan. Namun bukan sesuatu untuk dinegosiasikan.

"Karena program merumahkan karyawan merupakan strategi perusahaan jadi kita melakukan itu.  Tidak ada negosiasi dalam kontrak," ujar Riza.

Ia belum mengetahui secara pasti berapa jumlah karyawan yang bakal mogok sebulan ke depan  Ia menegaskan kebijakan PTFI merumahkan karyawan sebagai bagian dari efisiensi korporasi agar bisa beroperasi sesuai kapasitas.

"Jadi kita anggap ini bukan mogok yang sah karena tidak bernegoisasi," kata Riza.

Ia menilai aksi mogok ini mengganggu operasional perusahaan. Sebelumnya, kata dia, sudah ada karyawan yang absen dari penugasan.

"Jadi itu sangat merugikan sebenarnya. Mereka tidak sah melakukan itu, padahal saya selalu menginformasikan ke mereka tentang program efisiensi kami," ujar Riza.

Sebelumnya, ribuan Karyawan PTFI di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua memulai aksi mogok kerja terhitung sejak 1 Mei hingga 30 Mei 2017. Para pekerja meminta perusahaan mengembalikan lapangan kerja karyawan yang dirumahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement