EKBIS.CO, JAKARTA -- Perusahaan pertambangan yang berinduk di Amerika Serikat (AS), PT Freeport Indonesia, menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan membuat program di bidang kesehatan. Salah satunya, menciptakan Program Posyandu Anak Sekolah (PPAS).
Ide untuk mempromosikan posyandu di kalangan siswa SD muncul dari pemikiran bahwa anak-anak justru bisa menjadi pelopor hidup sehat bagi keluarganya. Kepala Sekolah SD Inpres Pomako, Timika, Papua, Philippus Maybubun menceritakan, program posyandu anak sekolah sangat bermanfaat untuk menanamkan pendidikan kesehatan dasar sejak dini.
Bahkan menurutnya, peserta PPAS bisa menyelamatkan orang-orang terdekatnya yang sedang menghadapi kedaruratan medis. Apalagi, kondisi geografis Papua yang berbukit dan akses menuju infrastruktur kesehatan yang terbatas.
PPAS sudah dimulai sejak 1999 dengan melibatkan kemitraan Freeport Indonesia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, dan PKK Kabupaten Timika. Dalam siaran persnya, Freeport mengungkapkan program tersebut dibuat karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk cek kesehatan, serta tingginya angka penderita penyakit. Padahal, penyakit yang diderita umumnya bisa disembuhkan di Posyandu.
Philippus menyebutkan, program tersebut berupa kurikulum pengajaran kesehatan dasar kepada siswa kelas V SD melalui muatan lokal pendidikan jasmani dan kesehatan. Pengajaran dilakukan melalui gambar, sandiwara, lagu, survei mini, serta permainan. "Anak-anak mudah menyerap informasi tersebut sehingga mampu menjadi ‘kader kesehatan cilik’ di dalam keluarga dan lingkungan rumahnya," jelas Philippus, Jumat (5/5).
Melalui survei mini misalnya, siswa diajarkan memberikan penyuluhan kesehatan serta membawa dan memonitor ibu beserta bayinya untuk cek kesehatan di posyandu secara rutin. Tanggung jawab ini, ujar Philippus, yang membuat para siswa menjadi antusias karena mempengaruhi nilai mata pelajaran muatan lokal. "Siswa menjadi percaya diri mengemukakan pendapat. Perilaku juga berubah," ujar dia.
Uniknya, PPAS ini menginspirasi siswa sehingga ada yang sudah menjadi perawat, apoteker, mantri kesehatan bahkan dokter di Timika dan Jayapura. Maria Rafra, misalnya, seorang dokter lulusan Universitas Hasanuddin, Makasar, memilih mengabdikan ilmunya di Puskesmas Wania, Kampung Kamoro Jaya.
Ia adalah salah satu kader cilik pertama yang merasakan manfaat dari keberadaan PPAS. “Apa yang sudah saya pelajari dulu sewaktu menjadi kader cilik di tahun 1999 masih terngiang-ngiang hingga sekarang," katanya.