EKBIS.CO, JAKARTA--Peneliti senior INDEF Sugiyono meminta pemerintah memberi perhatian lebih kepada aspek hilir komoditas jagung. Aspek hilir tersebut berupa penyiapan alat pengering jagung, pengolahan dan tata niaganya.
Saat ini, salah satu upaya perbaikan tata niaga adalah dengan menjalin kemitraan dengan industri pakan ternak. "Ini sudah bagus karena memberikan kepastian pasar dan jaminan harga yang wajar," ujar dia melalui siaran pers tertulis, Kamis (22/6).
Pihak industri pakan tersebut membutuhkan pasokan jagung dari petani sedikitnya 750 ribu ton per bulan. Tentunya dengan kualitas dan spesifikasi jagung sesuai standar pabrik.
Sementara, produksi jagung pada 2016 sebesar 23,5 juta ton. Angka tersebut meningkat 20,2 persen dari tahun sebelumnya. Diperkirakan, produksi jagung pada 2017 ini juga akan mengalami peningkatan mencapai 26 juta ton. Peningkatan produksi sejak 2015 hingga 2017 tersebut memberikan nilai tambah Rp 26,6 triliun bagi petani.
Tingginya produksi jagung berdampak pada penurunan impor jagung. Berdasarkan data Baan Pusat Statistik (BPS), impor jagung total 2016 sebesar 1,3 juta ton atau turun 62 persen dibandingkan tahun 2015. Bahkan pada Januari-Mei 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir menyambut baik hal tersebut. Menurutnya, dengan kepastian penyerapan produksi jagung mampu memacu semangat petani untuk terus berproduksi.
"Kebutuhan bahan baku jagung untuk industri pakan ternak maupun para peternak unggas 100 persen dipenuhi dari produksi sendiri," kata dia.