EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Mandiri menyambut positif kebijakan Giro Wajib Minimum rata-rata (GWM Averaging) yang baru diterapkan Bank Indonesia (BI). Peraturan itu dinilai membantu perbankan dalam menghitung likuiditas atau cashflow.
"Kalau GWM fix atau harian ngitungnya susah-susah gampang. Hanya saja dengan GWM averaging, bank lebih punya fleksibilitas untuk mengatur kapan di atas dan di bawah 6,5 persen," Group Head Treasury Bank Mandiri Farida Thamrin, di Jakarta, Senin, (3/7).
Ia menambahkan, dengan GWM average pula, bank lebih berani menaruh dananya di instrumen jangka panjang. "Sebelumnya, bank jadi cenderung konservatif dan menempatkan dananya di instrumen jangka pendek yaitu deposit facility berarti balik lagi ke BI," kata Farida.
Meski begitu, dia menambahkan, kemungkinan pada awal penerapannya, bank masih akan menaruh dana di instrumen BI. Setelah lebih percaya diri barulah bank bergeser menempatkan dana di instrumen jangka panjang seperti obligasi atau lainnya. "Dampak dari penerapan GWM averaging mungkin tidak bisa dilihat secara instan tapi bertahap. Hal itu karena penerapan GWM rata-rata ini juga masih parsial, tapi saya optimis berdampak positif," kata Farida.
Direktur Keuangan Bank Tabungan Negara (BTN), Iman Nugroho Soeko menambahkan, secara prinsip penerapan GWM tetap 6,5 persen. Hanya saja ada kelonggaran yang harus dijaga secara berkelanjutan di lima persen, sedangkan 1,5 persennya kalau likuiditas sedang ketat dan mahal bisa kurang dari angka itu.
"Tapi di hari-hari berikutnya harus dibuat lebih agar rata-rata tetap 1,5 persen. Jadi praktisnya saya rasa banyak bank akan tetap jaga GWM harian di 6,5 persen. Tidak ada perubahan yang signifikan," tutur Iman.
Ia menyatakan, kondisi likuiditas BTN saat ini masih normal. "Artinya GWM, AL atau NCD, serta LCR dijaga sesuai ketentuan otoritas dan karena LDR BTN selalu di atas 92 persen maka CAR dijaga minimal 14 persen sesuai ketentuan," kata Iman.